Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Intelijen dan Penyidikan (DitIntelDik) Ditjen Pajak mengungkap adanya sejumlah kasus penyalahgunaan faktur pajak tidak sah dengan nilai miliaran rupiah. "Saat ini dari hasil pengembangan informasi, data, laporan, dan/atau pengaduan (IDLP) dari masyarakat selama 2007, telah diselesaikan penyidikan terhadap lima kasus penyalahgunaan faktur pajak yang tidak sah," kata Direktur DitIntelDik, Mochamad Tjiptardjo di Jakarta, Senin. Tjiptardjo menjelaskan, status atas kasus-kasus itu sudah P-21 (sudah lengkap dan siap dilimpahkan ke tahap penuntutan di pengadilan) dan terjadi di Medan, sedangkan 1 kasus di Jambi statusnya menunggu vonis di Pengadilan Negeri Jambi. Empat kasus faktur pajak fiktif di Medan terdiri kasus yang melibatkan PT SSM dengan tersangka EF dengan nilai Rp4,6 miliar dari tahun pajak 2004-2005. Kemudian kasus yang melibatkan PT YPS dengan tersangka AP dengan nilai Rp3,3 miliar dari tahun pajak 2005. Kasus lainnya melibatkan CV TU dengan tersangka TS dengan nilai Rp2,2 miliar dari tahun pajak 2005, kemudian kasus yang melibatkan PT KBB dengan tersangka AW dan TAL dengan nilai Rp462 juta dari tahun pajak 2005, dan kasus di Jambi yang melibatkan PT TMI dengan tersangka MH dengan nilai R3,8 miliar. Selain itu, lanjut Tjiptardjo, pihaknya juga tengah menyelesaikan penyidikan kasus faktur pajak tidak sah yang terjadi di Lampung yang melibatkan PT SPMJ dengan tersangka SP, SA, dan LS dengan nilai Rp2,5 miliar dari tahun pajak 2001-2003. Juga tengah diselesaikan kasus serupa yang melibatkan PT CAP dengan tersangka SP, LS, dan SA dengan nilai Rp3,2 miliar dari tahun pajak 2002-2003. Menurut Tjiptardjo, sejak akhir April 2007, pihaknya juga menangani penyidikan tindak pidana perpajakan serupa dia Jakarta yang melibatkan pimpinan kantor biro administrasi "CM" yang merangkap sebagai Kantor Konsultan Pajak yang tidak terdaftar. Orang tersebut berinisial HA alias AA. "Modus operandi yang dilakukan oleh yang bersangkutan adalah mmenyiapkan surat pemberitahuan (SPT) atas nama client-client-nya dengan jumlah pajak yang diatur sesuai permintaan client-nya dan diduga kuat puluhan client sudah ditangani, termasuk penerbitan maupun penggunaan faktur pajak tidak sah," jelas Tjiptardjo. Berdasar catatan administrasi yang ada Ditjen Pajak, jelasnya, yang bersangkutan tidak mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan tidak pernah memasukkan SPT PPh orang pribadi (SPT PPh OP), dan hal itu diakui oleh yang bersangkutan. Berdasar UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, perbuatan tersebut diancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak yang terutang. "Dengan pertimbangan adanya indikasi akan menghilangkan barang bukti, melarikan diri, dan menghambat kelancaran pemeriksaan, yang bersangkutan (HA alias AA), dan jaringannya berinisial MW alias A, atas permintaan Penyidik PNS DitIntelDik, telah ditahan di Mabes Polri," katanya. Ketika ditanya bagaimana nasib client-client yang menggunakan jasa biro administrasi atau konsultan pajak itu, Tjiptardjo mengatakan, mereka dapat terseret sebagai pelaku tindak pidana perpajakan. "Kami menghimbau kepada masyarakat untuk tidak percaya begitu saja atas bujukan, rayuan, petunjuk, ajakan mengenai pengisian SPT PPh maupun PPN yang dijanjikan akan meringankan kewajiban pajak terhutang oleh siapapun, sebab dapat menyeret wajib pajak yang bersangkutan sebagai pelaku tindak pidana perpajakan," jelasnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007