Makassar (ANTARA News) - Para penasehat hukum Prof Dr Ahmad Ali akan menggugat pra peradilan Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Kejaksaan Negeri Makassar terkait dengan prosedur penahanan kliennya di Rutan Makassar, Senin. Koordinator tim kuasa hukum Ahmad Ali, Nico Simen, SH di Makassar, Senin, mengatakan, gugatan pra peradilan atas penahanan mantan Dekan Fakultas Hukum Unhas yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dana program pasca sarjana Unhas senilai Rp250 juta ini akan dilayangkan Selasa 8 Mei 2007 di PN Makassar. "Penahanan ini kami anggap tidak sah karena prosedur hukum yang dilakukan serta alasan subyektif penahanan tidak memenuhi kebenaran," jelas Nico. Menurut dia, ada sesuatu yang ganjil dalam penahanan Prof Ahmad Ali ini dimana Kejaksaan Tinggi Sulsel memberikan perintah penahanan terhadap Kejaksaan Negeri Makassar melalui Surat Nomor B-98/R4/Fd.1/5/2007 tertangal 7 Mei 2007. "Bila berkas perkara Prof Ali telah dilimpahkan Kejati kepada Kejari Makassar, itu berarti bahwa Kejati Sulsel sudah tidak memiliki kewenangan dalam hal penahanan Prof Ali. Kenapa bukan Kejati sendiri yang melakukan penahanan sejak awal kasus tersebut ditangani," jelas Nico yang mengangap Kejati ingin cuci tangan dalam kasus tersebut. Dia juga menilai bahwa surat perintah penahanan Prof Ali yang dikeluarkan pihak Kejari Makassar sekitar pukul 15.00 Wita bernomor 36/R4.10/Fd.1/05/2007 tanggal 7 Mei 2007 yang ditandatangani Kajari Makassar, Nashruddien, SH adalah berdasarkan tekanan dari pihak Kejati. Lebih lanjut, Nico mengatakan, alasan penahanan kliennya pun dinilai sebagai hal yang sangat mustahil. "Tidak mugkinlah klien kami itu menghilangkan barang bukti, melarikan diri dan lain-lain yang menjadi syarat penahanan seperti yang disyaratkan dalam pasal 21 KUHP," jelasnya. Pasal 21 KUHP disebutkan bahwa perintah penahanan dilakukan terhadap tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana dan dikhawatirkan melarikan diri, mengaburkan/merusak barang bukti dan mengulangi tindak pidana yang lain. Dalam kasus ini, Prof Ali dituding melakukan tindak pidana korupsi dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada program pasca sarjana (S2) non reguler Fakultas Hukum Unhas periode 1999 sampai 2001 serta penyalahgunaan dana penerimaan UMK (Uang Muka Kerja) yang bersumber dari Program S1 Reguler, S1 Ekstensi dan S2 Non Reguler yang digunakan untuk biaya perjalanan dinas (SPPD) sebesar Rp250 juta.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007