Daka (ANTARA News) - Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina Wajed, Senin, tiba di rumah sesudah hampir dua bulan di luar negeri karena pemerintah dukungan tentara mencoba melarangnya kembali ke negara itu. Syekh Hasina, pemimpin Liga Awami, satu dari dua partai politik utama negara itu, disambut di bandar udara oleh pemimpin utama partai itu di tengah keamanan ketat. "Pemerintah salah dengan tidak membolehkan saya pulang dan akan mengulang kesalahan sama jika mereka menangkap saya," kata Syekh Hasina kepada wartawan merujuk pada tuduhan pembunuhan dan pemerasan terhadapnya dalam ketiadaannya. Pemerintah, yang dibentuk sesudah keadaan darurat diberlakukan pada Januari, menghalangi kegiatan politik dan pemimpin partai minta pendukungnya tidak berkumpul di bandar udara untuk menjemputnya. Tapi, sekitar 500 pegiat, dengan berteriak "akan ada api di setiap rumah jika Hasina ditangkap", menentang larangan tersebut. Hasina pergi untuk mengunjungi keluarganya di Amerika Serikat pada 15 Maret dan bulan lalu ditolak naik pesawat dari Inggris ke Banglades dalam upaya pemerintah memaksanya ke pengasingan. Dalam wawancara hari Minggu, Syekh Hasina menyatakan pemerintah berbohong kepadanya. "Penghianatan terbesar ialah bahwa mereka tidak akan membiarkan saya kembali ke negara itu," kata Hasina dalam wawancara dengan koran "New Age" Banglades di tempat tinggal London-nya seperti dilaporkan Reuters dan AFP. Pemerintah darurat itu mencabut larangan atas kepulangan Syekh Hasina pada Rabu lalu dan mengurangi tekanan pada perdana menteri terakhir Khaleda Zia. Zia sebelumnya dilaporkan setuju pergi ke pengasingan di Arab Saudi sebagai imbalan atas kemurahan hati pemerintah kepada dua puteranya, yang menghadapi tuduhan korupsi. Bangladesh dipimpin pemerintah dukungan tentara sejak Januari, ketika presiden memberlakukan keadaan darurat dan membatalkan pemilihan umum, yang direncanakan 22 Januari. Langkah itu muncul sesudah unjukrasa besar Liga Awami atas dugaan korrupsi dalam tata pemungutan suara. Syekh Hasina, perdana menteri antara 1996 dan 2001, dan Zia dari Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) adalah pesaing sengit, yang bertukar jabatan tertinggi itu sejak 1991. Pengecam menyatakan mereka melumpuhkan demokrasi Banglades dan gagal menangani korupsi. Pemerintah baru itu melancarkan penumpasan di seluruh negeri terhadap penggelapan, menangkap lebih dari 50 politikus puncak dari kedua partai utama tersebut.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007