Jakarta (ANTARA News) - Derap langkah perlawanan masyarakat sekitar Pegunungan Kendeng terhadap kehadiran pabrik semen di wilayah mereka menemui cobaan berat dengan meninggalnya salah satu warga peserta aksi, Patmi (48), di tengah keikutsertaannya menggelar aksi penolakan dengan mengecor kaki dengan semen di depan Istana Kepresidenan.

"Sejak mencium bau asap pabrik semen akan berdiri (di sekitar Pegunungan Kendeng) Patmi langsung spontan turun melakukan pergerakan," kata Sri Wiyani, sesama warga Pati yang juga turut ikut dalam aksi mengecor kaki bertajuk #DipasungSemen2 tersebut.

Sri Wiyani, yang akrab disapa Ani tersebut, bercerita sembari sesekali menahan isak tangis duka atas kepergian rekan seperjuangannya dalam konferensi pers yang dilangsungkan di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta, Selasa.

Ani, mengenang sederetan aksi solidaritas penolakan pabrik semen di Bumi Kendeng yang ia ikuti bersama Patmi termasuk long-march alias aksi jalan kaki dari Pati menuju Semarang, Rembang-Semarang dan Merang-Pati yang dilakukan berkali-kali dalam beberapa tahun terakhir.

Belakangan, Patmi dan Ani bersama segenap masyarakat peduli Kendeng juga turut ambil bagian dalam aksi pengecoran kaki baik itu dipasung Semen edisi pertama pada April 2016 silam dan edisi kedua yang dimulai pada 13 Maret 2017 di tempat yang sama, seberang Istana Kepresidenan RI, Jakarta.

Patmi yang baru tiba pada Kamis (16/3) pekan lalu bersama sekira 55 orang dari Rembang dan Pati segera ikut ambil bagian dan mengecor kakinya dengan semen.

Patmi dan rekan-rekan peserta aksi menolak melepas cor semen yang membelenggu kaki mereka hingga tuntutan bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau utusannya dikabulkan. Mereka meyakini kehadiran pabrik semen akan menimbulkan kesengsaraan bagi warga sekitar Pegunungan Kendeng.

Setelah menggelar aksi sejak Senin (13/3), akhirnya sejumlah perwakilan peserta aksi--didampingi Koordinator KontraS Haris Azhar dan Ketua Bidang Manajemen dan Pengetahuan YLBHI Siti Rachma Mary Herwati diterima Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki, pada Senin (20/3) sore.

Menyusul pertemuan tersebut, diputuskan bahwa sebagian besar warga aksi peduli Kendeng akan pulang dan aksi pasung kaki dilanjutkan oleh sembilan orang.

Ani mengenang bagaimana Patmi sempat menolak ketika ditawari untuk menjadi salah satu warga yang pulang ke kampung halamannya, menyusul keputusan perubahan cara aksi tersebut.

"Beliau ditawari pulang tetapi tidak mau. Dia maunya tetap di sini, tidak mau pulang," kata Ani.

"Saya disuruh pulang meninggalkan dia, ternyata nasibnya seperti ini," ujar Ani menambahkan, sebelum isak tangisnya pecah.

Belakangan, Patmi setuju untuk pulang dan cor semen di kakinya sudah dilepas sekira pukul 23.00 WIB Senin (20/3) dan bersiap-siap untuk pulang ke Pati.

Akan tetapi, Patmi mengeluh kesakitan setelah mandi sekira pukul 2.30 WIB Selasa dan segera dilarikan ke RS St. Carolus Salemba, namun meninggal dalam perjalanan dan oleh pihak rumah sakit dinyatakan meninggal mendadak sekira pukul 2.55 WIB.

Jenazah Patmi sudah dibawa pulang ke Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Pati, unuk dikebumikan di kampung halamannya yang ia perjuangkan tersebut.

(Baca: Patmi, Kartini Kendeng yang meninggal di tengah perjuangan)

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017