Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah meluncurkan Program Obat Rakyat Murah dan Berkualitas melalui pengadaan aneka produk obat generik tak berlogo dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp1.000 per paket/strip. "Program ini dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat murah dan berkualitas bagi masyarakat," kata Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari pada peluncuran program tersebut di Jakarta, Selasa. Selain itu, katanya, pengadaan program obat murah juga ditujukan untuk mencegah peredaran obat palsu dan obat substandar yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat di pasaran. "Kalau obatnya dibuat murah, keuntungan pelaku pemalsuan obat kian sedikit, sehingga lama-lama mereka akan menghilang," ujarnya. Lebih lanjut dijelaskan, pengadaan obat-obat yang diperlukan untuk pengobatan sendiri (self medication) dalam program itu dilakukan oleh PT Indofarma, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang farmasi. "Harapannya ke depan BUMN yang lain mengikuti jejak Indofarma, mulai menggarap pasar obat murah untuk rakyat. Sebab ini bukan hanya bisa menguntungkan produsen farmasi yang bersangkutan, tapi juga menguntungkan rakyat," jelasnya. Berkenaan dengan hal itu Direktur Utama PT Indofarma, Syamsul Arifin, menjelaskan pihaknya berencana mengeluarkan 20 jenis produk obat generik berlogo, namun saat ini baru 12 jenis produk obat yang diregistrasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta baru 10 jenis produk obat yang bisa diluncurkan. Kesepuluh produk obat itu, kata Syamsul, terdiri atas obat sakit kepala, obat flu, obat penurun panas, obat penurun panas anak, tablet penambah darah, obat sakit maag, obat batuk berdahak, obat batuk dan flu dan obat asma. Obat-obat itu, katanya, tidak hanya akan dijual di apotek yang berada di rumah sakit dan apotek umum saja, namun juga akan dijual di pasar-pasar non panel, seperti warung obat, toko obat atau melalui dokter yang melakukan praktek "dispensing" (pemberian obat langsung kepada pasien saat berkonsultasi-red). "Obat itu dijual bebas, tanpa resep dokter. Harganya diseragamkan Rp1.000 per paket. Harga tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan merupakan harga eceran tertinggi di seluruh wilayah Indonesia," jelasnya. Dalam hal ini, katanya, pihaknya memberikan marjin sebesar 20 persen di tingkat pengecer dan 10 persen di tingkat distributor dan subdistributor. Belum Terasa Syamsul menjelaskan pihaknya melakukan terobosan dengan memroduksi paket obat murah untuk masyarakat kalangan menengah ke bawah karena selama tahun 2006 penjualan obat generik hanya 5,5 persen, menurun dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 17,4 persen dan tahun 2005 sebesar 18,5 persen. "Dengan terobosan ini pasar obat generik diharapkan bisa menggeliat lagi seperti tahun-tahun sebelumnya," katanya. Selain itu, katanya, meski obat generik berlogo (OGB) yang murah sudah tersedia namun selama ini masyarakat yang tinggal di pedesaan belum bisa merasakan manfaatnya karena belum bisa menjangkau obat generik tersebut. "Umumnya mereka masih kesulitan mengakses karena kebanyakan dikemas dalam jumlah besar dan untuk obat generik yang termasuk obat keras harus diperoleh dengan resep dokter," katanya. Oleh karena itu, kata Syamsul, obat generik yang berkualitas perlu disediakan dalam kemasan kecil dengan harga murah supaya bisa dijangkau oleh masyarakat luas. (*)

Copyright © ANTARA 2007