Yogyakarta (ANTARA News) - Saat ini dua dari setiap 1.000 bayi lahir hidup di Indonesia, mengidap HIV/AIDS, dan angka itu diperkirakan terus meningkat karena belum ada kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri terkait dengan penyakit itu. Ketua Bidang Ilmiah Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof dr Tonny Sadjimin SpA (K) Phd di Yogyakarta, Selasa, di sela acara PIT IDAI di Yogyakarta mengatakan, angka bayi penderita HIV/AID tersebut diperoleh secara tidak sengaja dari temuan di lapangan. Menurut dia, para dokter secara tidak sengaja menemukan penderita HIV/AIDS di kalangan bayi setelah sebelumnya didiagnosa-menderita penyakit lain seperti diare yang berkelanjuan dalam waktu lama serta demam yang tak kunjung reda. Selain itu diyakini masih banyak bayi lain penderita HIV/AIDS yang tidak dapat dipantau, karena sebagian besar bayi dilahirkan melalui pertolongan bidan atau dukun bayi. "Laporan yang masuk biasanya setelah bayi berada dalam perawatan di rumah sakit, dan tidak sembuh-sembuh," katanya. Atau bisa juga laporan dari suami yang isterinya mantan pekerja seks komersial (PSK), dan isteri yang suaminya pecandu atau suka `jajan` di luar. "Saat ini justru semakin banyak penolakan apabila akan dilakukan tes HIV/AIDS. Hal itu karena belum ada kesadaran, dan takut dikucilkan apabila diketahui terjangkit HIV/AIDS," kata Tonny. Ia mengatakan, upaya pemulihan penderita HIV/AIDS sampai sekarang masih mengalami kendala. Salah satu penyebabnya karena bantuan dari global fund dihentikan, setelah Indonesia dianggap terlalu korup. Akibatnya, harga obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS menjadi sangat mahal. Ia juga mengatakan, berdasarkan laporan yang masuk, penularan HIV/AIDS melalui alat suntik pemakai obat-obatan lebih banyak ditemui dibanding yang melalui seks bebas. "Namun, yang lebih berpotensi menularkan ke bayi adalah melalui seks bebas," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007