Manila (ANTARA News) - Polisi dan militer Filipina berada dalam siaga sementara para pemilih bersiap-siap bagi pemilu, Senin, menyusul masa kampanye berdarah yang menewaskan lebih dari 100 orang. Presiden Gloria Macapagal Arroyo mengharapkan dapat mempertahankan mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat, serta sebagian besar 12 kursi yang diperebutkan di Senat yang beranggotakan 24 orang untuk menjamin tiga tahun terakhir kekuasannya berjalan lancar. Ia mengerahkan angkatan bersenjata untuk membantu polisi dalam pemilu itu "menghentikan kerusuhan selama pemilu dan menindak tegas terhadap mereka yang melakukan ancaman dan intimidasi," kata sebuah pernyataan dari istana presiden. Kendati pun jabatan presiden tidak ikut diperebutkan, para pengamat mengatakan hasil itu akan memiliki dampak pada usaha-usaha pihak oposisi untuk menggulingkan Arroyo atas tuduhan terlibat kecurangan dalam pemilihan Mei 2004. Ia membantah tuduhan-tuduhan itu. Partai-partai pro Arroyo diperkirakan akan mempertahankan mayoritas cukup di Dewan Perwakilan Rakyat, yang akan menjamin tidak akan ada lagi gugatan hukum yang berhasil terhadapnya. Akan tapi, Senat yang dikuasai oposisi akan membuat Arroyo lebih berat untuk meneruskan agenda reformasi ekonomi yang telah berjalan tiga tahun belakangan ini dan usaha agar Kongres menyetujui satu paket rancangan undang-undnag pajak yang akan meningkatkan keuangan pemerintah. Pemilu itu mendapat perhatian asing di tengah-tengah gelombang pembunuhan ratusan pendukung partai-partai kiri sejak Arroyo berkuasa tahun 2001, sejumlah mereka menurut militer adalah barisan-barisan pemberontak komunis. Polisi menyatakan jumlah korban resmi selama masa kampanye tiga bulan itu adalah 113 orang. Selain kursi legislatif, sekitar 17.000 jabatan lokal akan diperebutkan dalam pemilu di Filipina itu, di mana jual beli suara dan aksi kekerasan sudah merupakan hal yang biasa. Satuan-satuan polisi dan militer dikirim ke sejumlah distrik yang dilanda pertumpahan darah menjelang pemilu, dan juga ditugaskan untuk mengangkut kotak-kotak suara dan mengawal para pemantau asing di daerah-daerah kepulauan Asia Tenggara itu. Selain para pemantau asing yang diakui pemerintah, satu tim independen 25 dari 10 negara kabarnya akan memantau 13 daerah yang telah dilanda aksi kekerasan dan apa yang disebut kecurangan. Tim itu akan terdiri dari wartawan, pakar dan lainnya dari negara-negara termasuk Jepang, Inggris, Australia, Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS). Para pejabat pemilihan lokal di banyak kota terpencil mengatakan mereka masih menunggu bahan-bahan pemilu, Minggu, termasuk tinta untuk menandakan para pemilih telah menggunakan hak pilihnya dan mencegah usaha-usaha untuk melakukan kecurangan. Sekitar 45 juta waega Filipina memiliki hak pilih, demikian laporan AFP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007