Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) menilai rencana perubahan Program Studi Ilmu Hukum pada fakultas hukum oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristekdikti) menjadi Prodi Humaniora sebaiknya tidak dilakukan secara pragmatis.

"Kami menilai jika rencana perubahan itu diwujudkan oleh Kemenristekdikti, maka akan sangat pragmatis dan tampaknya hanya mengakomodasi kepentingan sekelompok pihak yang mempunyai kampus, tetapi belum ada prodi hukumnya," kata Ketua APPTHI Dr Laksanto Utomo usai melakukan pertemuan dengan sejumlah dekan fakultas hukum universitas swasta di Jakarta, Selasa.

Laksanto mengatakan, Pemerintah Cq. Dirjen Dikti dikabarkan saat ini sedang membahas perubahan Prodi Ilmu Hukum ke Prodi Humaniora. Prodi sekarang dikabarkan tidak adaptif dengan arah globalisasi yang menginginkan para sarjana hukum bekerja terampil dan mempunyai kekhususan dalam ilmu hukum.

Jika asumsi itu benar, katanya, para sarjana hukum dari Prodi Humaniora nanti tidak ubahnya seperti "tukang" atau pekerja dalam suatu pabrik.

"Belajar hukum tidak hanya belajar pasal-pasal dalam KUHP dan KUH perdata. Akan tetapi, juga belajar filsafat dan metodologi ilmu hukum. Itu sebabnya seorang sarjana hukum harus punya landasan teori yang kuat dalam menyelesaikan masalah," kata Laksanto.

Menjawab pertanyaan, ia mengatakan, APPTHI akan meminta waktu kepada Menteri Ristekdikti guna mengklarifikasi atau melakukan konsultasi apakah rencana tersebut benar adanya serta kepastian mengenai adanya kajian mendalam sebelum ada keputusan.

"Itu yang kami akan diskusikan ke Kemenristek dikti," katanya.

Di tempat sama Dekan Fakultas Hukum Pancasila Prof Ade Saptomo mengingatkan Kemenristek jika ingin melakukan perubahan Prodi Ilmu Hukum menjadi Prodi Humaniora sebaiknya tidak menabrak hukum positif.

Pasal 15 ayat (1) UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi antara lain menyebutkan, pendidikan akademik merupakan Pendidikan Tinggi program sarjana dan/atau program pascasarjana yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan cabang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Pasal itu dapat dimaknai, produk Prodi Hukum yang mengeluarkan sarjana hukum tidak seperti pekerja tukang, tetapi juga mereka diajari ilmu filsafat, dan kajian metodologi secara ilmiah.

Oleh karenannya, Perguruan Tinggi juga membuka program Vokasi yang sifatnya dapat siap bekerja karena lebih banyak diajari praktek di lapangan. Dengan begitu ada beda antara Prodi hukum dengan rencana prodi Humaniora itu, katanya seraya menambahkan perubahan itu akan menabrak pasal 15 ayat (1) tersebut.


Pewarta: Theo Yusuf Ms
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017