Manado (ANTARA News) - Usulan batas perolehan suara minimum atau Electoral Treshold lima persen dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu, sangat memberatkan Partai Politik (Parpol) kecil. "Sebaiknya pemerintah dan DPR RI mengembalikan batas Electoral Treshold tiga persen, agar Parpol bisa berkreasi menggalang konsolidasi," kata Sekretaris DPW Partai Damai Sejahtera (PDS) Sulawesi Utara (Sulut), Jemmy Rembet, Rabu di Manado. Rembet mencontohkan sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat (AS), batasan Eletoral Treshold tidak memberatkan partai-partai kecil, sehingga terjadi kompetisi secara baik dan terbuka pada pelaksanaan pesta demokrasi. Sementara di Indonesia, guna mencapai sistem demokrasi yang lebih maju masih membutuhkan waktu cukup lama, sehingga usulan Electoral Treshold terlalu buru-buru dilakukan. "Batasan Electoral Treshold lima persen mungkin sebaiknya dilakukan 20-25 tahun kedepan, karena saat ini Indonesia masih mencari bentuk sistem politik yang baik dan demokratis," kata Rembet. Rembet akan mendesak DPP PDS untuk segera melakukan uji materil atas RUU Pemilu tersebut, karena sudah merugikan partai yang dipimpin Prof Ruyandi Hutasoit itu. Pelarangan partai mengikuti Pemilu melalui batasan Electoral Treshold merupakan tindakan tidak demokratis. Menurutnya, eksistensi partai biar ditentukan rakyat selaku pemilik hak suara. Pengamat politik dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Ferry Liando mengatakan, dinaikkan angka Electoral Treshold bagi Parpol peserta Pemilu 2009 melalui RUU Partai Politik, menjadi ujian berat bagi partai-partai "gurem". "Partai-partai "gurem" harus kerja keras memenuhi syarat dan standar, guna dimuluskan melalui Electoral Treshold," katanya. Liando menilai usulan lima persen memberikan keuntungan bagi sejumlah partai besar, seperti Partai Golkar, PDIP, PPP, PKB, PAN, PKS dan Partai Demokrat, yang sudah memiliki masa jelas. "Usulan tersebut bakal mendapat resistensi secara besar-besaran bagi sejumlah Parpol "gurem", akan disertai dengan gugatan uji materil ke Mahkamah Konstitusi," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007