Palembang (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan Prof Romli mengatakan seluruh komponen bangsa harus aktif dalam merawat dan melestarikan Pancasila sebagai ideologi bangsa karena ancaman dari dalam dan dari luar negeri mulai ada.

"Saat ini bukan hanya kurang dalam memahami nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila tapi sudah muncul keinginan untuk menggantinya. Jelas ini sangat berbahaya sekali karena Muhammadiyah menilai bahwa ideologi Pancasila sudah final," kata Romli di Palembang, Kamis.

Ditanya terkait peringatan hari lahirnya Pancasila pada setiap 1 Juni, ia mengatakan, semua komponen bangsa sepatutnya menyadari bahwa Pancasila hingga kini masih menjadi yang terbaik dalam mengarahkan bangsa Indonesia.

Jika bangsa ini mau membandingkan dengan negara-negara lain maka sepatutnya bersyukur karena di beberapa negara terbilang sangat sulit ditemukan kedamaian. Negara-negara di Timur Tengah dan Asia Selatan masih berkutat pada perpecahan yang berujung pada peperangan.

Sementara di Indonesia situasinya sangat berbeda. Meski negara ini berisikan beragam ras, suku, agama, dan golongan tapi masih mampu menjaga keharmonisan.

"Negara itu yang terpenting aman dulu, jika aman maka bisa membangun. Nah, untuk membangun ini tentunya perlu suatu arahan. Itulah Pancasila," kata dia.

Ia melanjutkan, artinya penting untuk memahami bahwa Pancasila itu bukan sebatas mantra saja atau sebatas pemahaman belaka tapi perlu diamalkan dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Akan tetapi dalam mengamalkannya ini terjadi banyak penyimpangan, bahkan tak ayal justru ditemukan di beberapa kebijakan pemerintah.

"Jika ini terjadi, jangan Pancasilanya yang disalahkan tapi orang yang mempraktikkannya. Apalagi sampai menyatakan bahwa ini semua terjadi karena kesalahan ideologi, sekali lagi saya katakan ini sudah final. Jika muncul pembicaraan mengenai ideologi lain, hal itu hanya sebagai bahan perbandingan saja," kata dia.

Oleh karena itu, di tengah ancaman dari dalam dan luar negeri (globalisasi), maka sangat perlu kiranya melestarikan dan terus merawat Pancasila. Karena, jika bangsa ini tidak pandai menjaganya maka bukan tidak mungkin ancaman perpecahan itu menjadi kenyataan.

Kekhawatiran ini cukup beralasan karena berdasarkan survei diketahui terjadi tendensi kemerosotan ketahanan nasional bidang ideologi. Indeks Ketahanan Nasional yang disusun Labkurtannas Lemhanas mengindikasikan lemahnya ketahanan nasional dalam tujuh tahun terakhir (2010-2016).

Indeks ketahanan ideologi meliputi variabel toleransi, kesederajatan dalam hukum, kesamaan hak kehidupan sosial, persatuan bangsa, merosot dari skor 2,31 (2010) menjadi 2,06 (2016).

Oleh karena itu, Muhammadiyah menilai pemerintah harus segera mengambil langkah taktis untuk mengatasi persoalan ini, seperti mulai menggaungkannya kembali melalui sektor pendidikan formal. Saat ini, banyak kalangan muda tidak memahami apa itu Pancasila meski secara mantra mereka hapal.

Padahal, nilai yang terkandung dalam kelima sila tidak cukup dirumuskan (norma normata), tetapi harus dikembangkan dalam norma normans (norma yang hidup dan menjadi pola pikir).

"Terpenting saat ini adalah mengamalkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Prof Romli.

Sementara itu di tengah gejala menguatnya politik identitas, politik kebencian, tergerusnya persatuan dan kebhinekaan, pemerintah mengkampanyekan Pekan Pancasila 29 Mei-4Juni 2017.

Kampanye "Saya Indonesia, Saya Pancasila" tanpa tindak lanjut berpotensi jadi jargon politik belaka.

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017