Jakarta (ANTARA News) - Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia menilai kebijakan pemerintah lelang gula kristal rafinasi patut didukung karena menjadi solusi atas keluhan maraknya peredaran gula rafinasi ke pasar konsumsi.

Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen, di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa meski banyak pihak yang menyatakan bahwa kebijakan tersebut terlalu prematur pihaknya mendukung penuh rencana pemerintah yang seharusnya berjalan pada Juni 2017 tersebut.

"Itu salah satu terobosan baru yang disambut petani adalah digunakannya e-barcode. Dengan mekanisme itu maka bisa dilacak siapa pemilik gula rafinasi tersebut," kata Soemitro

Sebelumnya pemerintah menyebutkan lelang gula kristal rafinasi (GKR) dapat segera dilaksanakan menyusul penetapan PT PKJ sebagai penyelenggara pasar lelang GKR oleh Kementerian Perdagangan melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 684/M-DAG/KEP/5/2017 tentang Penetapan Penyelenggara Pasar Lelang Gula Kristal Rafinasi (GKR).

Ia menilai tidak ada alasan bagi petani untuk menolak kebijakan sistem lelang GKR tersebut karena pemerintah menjanjikan bahwa industri kecil dan menengah juga bisa membeli dengan skala kecil, dengan besaran kuang lebih sebanyak satu ton.

Pola pembelian semacam ini tidak dimungkinkan dalam mekanisme transaksi GKR saat ini karena pembelian skala kecil hanya bisa dilakukan melalui distributor. Akibatnya pengusaha kecil akan mendapat harga lebih tinggi dibandingkan industri besar yang bisa bertransaksi langsung ke pabrik.

Sementara itu, Sekjen DPN APTRI Nur Khabsin mencurigai pihak yang menolak kebijakan sistem lelang swasta tersebut mempunyai agenda tersendiri.

"Jangan-jangan pihak yang menolak takut kehilangan pasar karena pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membatasi ruang gerak perdagangan gula rafinasi ilegal," katanya.

Menurut dia, petani sudah sangat dibuat sengsara dengan masifnya perembesan gula rafinasi di pasar konsumsi. Kondisi tersebut selain merusak tata niaga gula nasional juga sangat memukul keuangan petani.

Harga GKR jauh lebih murah dibandingkan gula tebu petani namun unjuk rasa dan pelaporan yang disampaikan DPN APTRI hingga hari ini tidak membuahkan hasil. Dengan adanya perbedaan harga tersebut, banyak GKR yang merembes ke pasar konsumen.

"Semua produsen cuci tangan padahal perembesan hampir merata di setiap daerah. dengan sistem e barcode dalam lelang bisa diketahui asal GKR," kata Khabsyin.

(T.V003/B015)

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017