Jakarta, 8/7 (Antara) - Pemerintah Indonesia dan Belanda membahas upaya peningkatan kerja sama ekonomi dan keamanan dalam memberantas tindak kriminal terorisme.

Dalam pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte di Hotel Steigenberger, Hamburg, Jerman, pada Sabtu, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa Belanda merupakan salah satu mitra terpenting perdagangan dan investasi Indonesia di Eropa.

Kendati pada beberapa tahun belakangan, angka perdagangan kedua negara menunjukkan trend menurun, namun Jokowi berharap hal itu dapat meningkat kembali.

"Harapan saya, trend ini akan berbalik menjadi positif. Oleh karena itu, perlu kerja keras kita untuk mewujudkan trend positif perdagangan," ujar Jokowi dalam siaran pers dari Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Kepresidenan diterima Antara di Jakarta.

Presiden juga meyakini jika negosiasi Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (Indonesia-EU CEPA) telah selesai, maka perdagangan bilateral diharapkan mengalami peningkatan.

"Ada satu hal yang ingin saya mintakan perhatian, yaitu terkait ekspor kelapa sawit Indonesia," tambah Jokowi.

Pemerintah menjelaskan produk kelapa sawit Indonesia terus mengalami kampanye negatif di Eropa. "Baru-baru ini, Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi mengenai sawit dan deforestasi. Penjelasan Indonesia sebelum resolusi sama sekali tidak diperhatikan," kata Presiden.

Kendati resolusi tersebut bersifat tidak mengikat bagi eksekutif, namun Presiden khawatir kampanye hitam dan diskriminasi tersebut dapat merugikan ekspor sawit Indonesia.

"Saya meminta kiranya Belanda dapat memberlakukan secara fair ekspor sawit Indonesia ke Eropa," ujar Presiden.

Kemudian, Jokowi juga mengharapkan Belanda dapat mendukung upaya Indonesia agar model kerja sama standarisasi kayu dan produk kayu melalui FLEGT dapat juga dibuat untuk sawit.


Berantas Terorisme

Dalam pertemuan bilateral Jokowi dan Rutte tersebut, kedua pemimpin juga membahas kerja sama penanganan terorisme ditengah maraknya radikalisme dan aksi-aksi terorisme di berbagai wilayah dunia, termasuk di Asia dan Eropa.

Serangan terorisme yang terjadi di Marawi, menurut Jokowi, menjadi contoh nyata penyebaran ideologi radikal. Bahkan beberapa bagian kota Marawi hingga saat ini masih diduduki militan, menyebabkan ratusan ribu penduduk terpaksa mengungsi.

"Serangan dan pendudukan kota Marawi ini menjadi wake-up call bagi kita semua tentang semakin tingginya bahaya terorisme," ucap Presiden.

Situasi tersebut dapat mengancam stabilitas kawasan sehingga Indonesia berinisiatif mengadakan pertemuan tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia dan Filipina.

"Untuk menyatukan langkah dan kerja sama tiga negara memberantas terorisme," kata Presiden terkait tujuan kerjasama trilateral itu.

Kepala Negara juga mengingatkan bahwa masalah "financing" merupakan masalah yang cukup serius. Oleh karena itu, Indonesia dan Belanda harus meningkatkan kerjasama untuk menghentikan pendanaan bagi gerakan radikal dan terorisme.

Selain itu, Presiden Jokowi dan PM Rutte juga membahas kerjsama di bidang pengembangan pelabuhan laut.

Dalam pertemuan itu, sejumlah pejabat yang mendampingi Presiden yaitu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala BKPM Thomas Lembong, Duta Besar Indonesia Untuk Jerman Fauzi Bowo dan Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana.

(B019/Y008)

Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017