Tanjungpinang (ANTARA News) - Harga garam di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau naik 350 persen, meski persediaannya mencukupi, kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat, Juramadi Esram.

"Garam yang dijual pedagang naik dari Rp2.000/kg menjadi Rp7.000/kg. Itu kondisi terakhir hasil pengawasan petugas kami di lapangan," tambahnya, di Tanjungpinang, Selasa.

Esram menjelaskan bahwa kenaikan harga garam bukan hanya terjadi di Tanjungpinang, melainkan hampir seluruh daerah yang bukan penghasil komoditas penyedap rasa. Permasalahan itu terjadi karena petani garam gagal panen.

"Untungnya, distributor dan pedagang masih memiliki stok lama sehingga tidak terjadi kelangkaan," katanya.

Sampai saat ini, kata dia pemerintah belum memiliki data berapa kebutuhan garam di Tanjungpinang. Hal itu disebabkan garam bukan kebutuhan pokok.

"Kami mengimbau masyarakat berhemat, tidak menggunakan garam secara berlebihan," ucapnya.

Terkait ketergantungan garam dari daerah penghasil seperti Sumenep, Esram mengatakan pihaknya mengupayakan menjalin kerja sama dengan petani garam di Flores. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan garam yang berujung pada ketidakstabilan harga komoditas tersebut.

"Kami akan jalin kerja sama dengan pengusaha garam di Flores. Mudah-mudahan ini dapat menekan harga garam," ujarnya.

Esram juga merasa heran kenapa sampai sekarang Kepri belum memproduksi garam yodium, padahal 96 persen wilayah itu terdiri dari lautan. Ia berharap dalam waktu yang tidak terlalu lama, Kepri, khususnya Tanjungpinang dapat memproduksi komoditas yang bersumber dari kekayaan laut.

Di Tanjungpinang, menurut dia ada sejumlah pengusaha yang ingin mengembangan usaha menjadikan garam nonyodium menjadi beryodium. Namun sampai sekarang belum dapat dipastikan apakah hal itu diijinkan oleh pihak yang berwenang.

"Kalau usaha garam nonyodium di Tanjungpinang sudah ada, tetapi kan tidak boleh dijual," katanya.

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017