Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI mendesak pemerintah menempuh terobosan baru dalam penyelesaian luapan lumpur dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, dengan membentuk Pengadilan "Ad Hoc" karena cara yang telah ditempuh setahun ini tidak menyelesaikan persoalan ganti rugi. Hal itu disampaikan Ketua Fraksi PKS DPR, Mahfudz Sidik, didampingi Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Zulkieflimansyah, di "Press Room" DPR/MPR Jakarta, Selasa, berkaitan dengan setahun luapan lumpur dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. "Satu tahun sudah berlalu kasus lumpur Lapindo, namun langkah-langkah penyelesaian yang diambil selama ini cenderung bersifat tambal sulam dan penuh dengan kompromi politik," kata Zulkieflimansyah. PKS menyatakan, meski telah dibentuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), tetapi penyelesaian kasus lumpur dari proyek Lapindo harus didasarkan pada kejelasan hukum atas masalah yang ada, dan kejelasan berbagai implikasi hak dan kewajiban dari berbagai pihak. Oleh karena itu, PKS mendesak, agar penyeleaian kasus lumpur itu dilakukan melalui pembentukan Pengadilan "Ad Hoc" terhadap PT Lapindo Brantas Inc, dan dengan demikian dihasilkan keputusan hukum yang jelas dan mengikat tentang kesalahan, pihak-pihak yang bertanggungjawab, serta konsekuensi hak dan kewajiban atas terjadinya kesalahan tersebut. "Atas dasar keputusan hukum yang jelas inilah, semua kebijakan tentang hak dan kewajiban akan dijalankan oleh BPLS," katanya. PKS juga mendesak pemerintah untuk secara terbuka dan berani menjelaskan kepada publik tentang skenario terburuk kasus lumpur ini dimana sebagian ahli memperkirakan usia semburan akan mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Atas dasar itu, pemerintah segera menyusun desain besar penanggulangan yang komprehensif dan tidak tambal sulam. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007