Batam (ANTARA News) - Bea dan Cukai (BC) Indonesia diminta memeriksa kebenaran negara-asal barang impor karena bisa terjadi sedang menghadapi muslihat pengusaha untuk mendapatkan preferensi di dalam negeri, kemudian mengekspornya untuk memperoleh preferensi pula di negara tujuan. Dapat terjadi, misalnya keramik diimpor dari Malaysia --negara yang mendapat preferensi bea masuk keramik nol persen ke Indonesia-- padahal 100 persen keramik itu produk China, kata Harmen Sembiring, direktur Fasilitas Ekspor dan Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri RI, di Batam, Rabu. Oleh sebab itu, sambungnya, petugas BC tidak cukup memeriksa dokumen impor. Mereka perlu berpengetahuan mengenai kebenaran asal barang, kata Sembiring dalam Forum Perdagangan Luar Negeri yang dihadiri pejabat BC, pengusaha ekspor-impor dan Subdit Perdagangan dan Industri Otorita Batam (OB). "Rule of Origin" (Ketentuan Asal Barang) menetapkan suatu barang impor yang tertera dalam surat keterangan asal (SKA) dapat dikategorikan sesuai bila kandungan lokal dari negara bersangkutan tak kurang dari 40 persen. Berkaitan dengan itu Sembiring meminta aparat BC memeriksa dan meminta klarifikasi dari BC di Malaysia mengenai kandungan lokal 40 persen bila "ceramic/tile" impor dari Malaysia berindikasi bahan maupun pembuatannya 100 persen dilakukan di China. "Produk-produk tersebut sudah mengancam keberlangsungan industri keramik nasional," katanya Mengenai perlunya petugas BC berkeahlian dalam memastikan negara asal barang yang diimpor, Sembiring mencontohkan, di BC Amerika Serikat ada petugas ahli sehingga mengetahui suatu jenis udang hanya dikembangkan di China. Oleh karena itu pernah terjadi ketika udang dari Indonesia sudah tiba, BC AS meminta klarifikasi dari Ditjen Perdagangan Luar Negeri RI di Jakarta mengenai kebenaran negara asal udang tersebut. Menurut Sembiring, ekspor udang dari China melalui Indonesia bisa saja terjadi karena AS memberlakukan 100 persen nonpreferensi (tidak dibebaskan atau dikurangi bea masuk) terhadap udang produk China, sedang ekspor udang dari Indonesia ke AS menikmati preferensi hingga bea masuknya nol persen. Kepala Subdit Perdagangan dan Industri OB, M Badrujamal Amirsyah, mengatakan tahun 2004 dan 2006 pernah terjadi pemantik produk RRC diimpor ke Batam untuk kemudian diekspor pengusaha ke Eropa, sehingga Otorita Batam mendapat pertanyaan dari BC negara tujuan. "Lighter" (pemantik api) itu 100 persen produk China dan digudangkan di Batam untuk diubah kemasannya sebelum diekspor ke Eropa oleh perusahaan di Batam. Sanksi terhadap pelaku praktik tersebut, kata Badrul, OB tidak lagi menerbitkan formulir A (preferensi) kepada perusahaan tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007