Saya sama sekali tak takut karena kalau sudah waktunya kami harus mati ya memang waktunya mati
Jakarta (ANTARA News) - Korea Utara mengancam akan meluncurkan empat peluru kendali jarak menengah ke Guam dengan melintasi wilayah Jepang pada 15 Agustus.  Dua hari sebelum tanggal itu, penduduk pulau di Pasifik yang masuk teritori Amerika Serikat itu menggelar doa bersama antiperang.

Warga Guam yang umumnya Katolik menggelar doa bersama hari ini di tengah ancaman peluru kendali Korea Utara. Uskup Guam Michael Byrnes menyeru kehati-hatian di tengah perang kata-kata antara AS dan Korea Utara.

"Guam mesti berdoa untuk resolusi yang adil untuk perbedaan-perbedaan dan kehati-hatian baik dalam berbicara maupun bertindak," kata Uskup Michael Byrnes, yang sejalan dengan permintaan internasional agar Presiden Donald Trump mengendurkan retorika kerasnya.

"Doa untuk perdamaian" di ibu kota Guam Hagatna itu menarik sekitar 100 orang. Tapi meskipun Guam menjadi pusat konflik AS dan Korea Utara, warga pulau ini sama sekali tidak cemas.

"Saya sama sekali tak takut karena kalau sudah waktunya kami harus mati ya memang waktunya mati," kata Sita Manjaras (62), pensiunan guru.

Pastur Mike Crisostomo menyatakan respon penduduk Guam atas ancaman adalah iman dan doa.

"Ini untuk menunjukkan kepada dunia lain, kepada bangsa dan negara lain, bahwa Guam mungkin kecil, tapi iman dan keyakinan kami besar," sambung dia seperti dikutip AFP.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017