Jakarta (ANTARA News) - Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni "Kagunan" yang diterbitkan oleh Asosiasi Pendidik Seni Indonesia (APSI) secara resmi diluncurkan oleh Ketua ASPI Dr Cut Kamaril Wardani yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu di Jakarta, Jumat. Acara peluncuran diisi diskusi pembahasan isi Jurnal dengan nara sumber budayawan seperti Prof Dr Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta), Romo Mudji Sutrisno dan dipandu moderator kolumnnis Mohamad Sobary serta penulis artikel dalam Jurnal itu antara lain Prof Dr HAR Tilaar (guru besar UNJ) dan Prof Dr Edy Sedyawati (guru besar UI). Cut Kamaril Wardani dalam sambutannya menyatakan peluncuran jurnal Kagunan perdana itu dimaksudkan untuk mengenalkan pengurus dan organisasi Profesi ASPI kepada masyarakat serta mensosialisasi pendidikan multikultural dalam persepektif seni kepada para pendidik mulai SD hingga perguruan tinggi. Ketua Dewan Redaksi Jurnal Kagunan, Dr Agus Sachari berharap, jurnal akan terbit dua kali setahun yang akan memuat 80 persen tulisan hasil penelitian mengenai seni dan budaya serta 20 persen dari tulisan opini dan pendapat. Sementara itu budayawan Komaruddin Hidayat menilai, langkah maju upaya menerbitkan jurnal ilmiah pendidikan seni "Kagunan" setebal 106 halaman, sehingga dapat menjadi pegangan dosen dan pendidik untuk memberikan pendidikan mutikultural dan seni. "Saya mengharapkan agar isi jurnal ini dapat dipahami oleh seluruh pendidik seni mulai dari guru SD hingga dosen perguruan tinggi, sehingga mudah dalam menyampaikan pendidikan seni multikultural kepada siswanya," katanya. Menurut Komaruddin, apresiasi masyarakat Indonesia terhadap seni masih rendah, terbukti sebagian besar masyarakat masih tidak mau melihat keindahanan seni karena dikaitkan dengan nilai agama, seperti tari Bali. Padahal, seni tari dari berbagai daerah yang merupakan peninggalan nenek moyang itu merupakan hasil karya gabungan antara keindahgan dan "kepatuhan" kepada Tuhan, sehingga pendidikan seni dan multikultural perlu diberikan sejak dini, mulai SD hingga perguruan tinggi, agar bangsa mengapresiasi seni. "Dengan memahami seni, maka masyarakat dan generasi muda akan memiliki jiwa yang indah yang selanjutnya mampu melahirkan karya seni dan kebudayaan yang tinggi, serta menjadi identitas dan karakter bangsa," ujarnya. Komaruddin memberikan contoh, masyarakat negara Barat, India, China dan Jepang memberikan apresiasi yang tinggi atas seni dan identitas budaya, sehingga pendidikan di sekolah mereka menghasilkan SDM yang berkualitas, memiliki identitas dan karakter bangsa yang kuat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007