Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia kembali menegaskan bantahan atas tuduhan memberi subsidi kepada industri kertas, khususnya produk kertas polos berlapis ("coated free sheet paper/glossy paper"), yang dilontarkan industri serupa di Amerika Serikat (AS) Oktober 2006 lalu. "Saya akan minta dukungan Menteri Kehutanan dan Menteri Keuangan untuk menghadapi tuduhan subsidi kertas dari AS," kata Direktur Pengamanan Perdagangan, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan, Martua Sihombing, di Jakarta, Senin. Menurut dia, pada pekan keempat bulan Juni ini, tim dari AS akan datang ke Indonesia untuk melakukan investigasi lanjutan kasus tuduhan subsidi dan praktek dumping produk tersebut. "Untuk pemerintah satu minggu (tuduhan subsidi), dua minggu untuk Sinar Mas (tuduhan dumping),"ujarnya. Meski pangsa pasar ekspor kertas jenis tersebut ke AS belum sampai 4,0 persen (hanya 3,9 persen), lanjut Martua, pemerintah tidak menginginkan potensi ekspornya hilang akibat tuduhan AS. Nilai ekspor kertas jenis tersebut ke AS selama 2006 mencapai 40.644.747 dolar AS. Pada akhir Mei 2007, pemerintah AS telah mengumumkan "counter vailing duty" (CVD/Bea Masuk Anti Subsidi) sementara untuk kertas polos Indonesia sebesar 10,85 persen. Sementara China dan Korea masing-masing dikenakan 23,19 hingga 99,65 persen dan 30 persen. Pemerintah Indonesia menilai tuduhan subsidi atas produk kertas polos berlapis yang diajukan pemerintah Amerika Serikat (AS) adalah terlalu dipaksakan. Apalagi, hanya ada satu perusahaan yang mengajukan petisi antisubsidi yaitu New Page, yang hanya menguasai pangsa pasar sebesar 25 persen. Padahal, seharusnya petisi tuduhan subsidi didukung oleh produsen lainnya sehingga mewakili "market share" (pangsa pasar) 50 persen. Pihak AS mengaitkan perusahaan Sinar Mas sebagai anak perusahaan Asia Pulp and Paper yang dituduh Greenpeace melakukan penebangan liar dan perusakan hutan dalam skala besar di Cina. Pemerintah AS juga mengaitkan tuduhan praktek subsidi dengan program Hutan Tanaman Industri (HTI) yang memberi keringanan suku bunga sebagai bentuk subsidi terselubung karena nilai jual kayu yang sebelum ditebang dinilai lebih murah daripada di Malaysia. Selain itu, AS juga menuduh larangan ekspor kayu gelondongan sebagai salah satu bentuk subsidi. Dalam salah satu dari tujuh dokumen yang dikirimkan kepada Pemerintah Indonesia, pihak AS mengaitkan tuduhan subsidi kertas dengan program restrukturisasi perbankan tahun 1998.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007