Ramalah (ANTARA News) - Jenderal Israel, Senin, memerintahkan dua menteri terpenjara Hamas dan seorang anggota parlemen dari kelompok Islam itu ditahan tanpa diadili untuk enam bulan. Menteri Negara Wasfi Kabha, Menteri Pendidikan Naser Deen Shaer dan Abdel-Rahman Zeidan, anggota parlemen dari Hamas, ditahan Israel, bersama lebih dari 30 pejabat lain Palestina, di daerah dudukan Tepi Barat bulan lalu. Menteri Pertahanan Israel Amir Peretz menyatakan penahanan itu dapat menekan Hamas untuk menghentikan serangan roket dari Gaza. Pengacara Palestina Osama Saadi menyatakan Mayor Jenderal Gadi Shamni, kepala komando pusat tentara Israel, menandatangani surat perintah untuk menempatkan Kabha, Shaer dan Zeidan dalam yang Israel sebut penahanan administratif sampai 4 Desember. Tentara Israel, kementerian kehakiman dan kantor Perdana Menteri Ehud Olmert tidak segera menanggapi. Penggunaan penahanan administratif terhadap orang Palestina oleh Israel, yang memenjarakan mereka tanpa pengadilan dengan alasan keamanan, dikutuk oleh kelompok hak asasi. "Penahanan menteri dan anggota parlemen adalah penahanan politik," kata Saadi seperti dilaporkan Reuters. Ia menyatakan pejabat Israel kekurangan bukti untuk menegakkan perkara apa pun di pengadilan terhadap mereka dan lebih memilih "kembali ke cara lama dengan mengirim orang ke penahanan administratif". Penahanan pejabat terpilih Palestina meningkatkan keprihatinan antarbangsa dan penahanan itu bulan lalu membuat Departmen Luar Negeri Amerika Serikat mengungkapkan rasa was-was terhadap tindakan Israel tersebut. Israel menangkap 33 pajabat tinggi Hamas dalam penyerbuan di seluruh Tepi Barat sungai Yordan sebelum fajar dan memperluas gerakan terhadap partai pemerintah di Palestina itu. Pejabat tersebut meliputi Menteri Pendidikan Nasser Edding Shaer di Nablus, tiga anggota parlemen dan enam walikota, termasuk walikota Nablus dan Qalqilya, Adli Yaish dan Wajih Qawwas, kata saksi Palestina. Anggota parlemen ditangkap adalah Hamid Bitawi dan Raid Abu Sir, keduanya dari Nablus, dan orang ketiga dari Tulkarem. Jurubicara Presiden Palestina, Nabil Abu Rudeinah, dengan keras mengutuk penangkapan itu dan menyebutnya penghukuman serta balas dendam, yang hanya akan meningkatkan ketegangan dan memiliki akibat besar. Menteri Penerangan Moustafa Barghouti, pada taklimat di Ramalah, menyebut penangkapan tersebut serangan terhadap lembaga Palestina, yang dipilih secara demokratis, dan menyeru "tekanan langsung serta segera atas Israel agar menghentikannya". Pemimpin politik Hamas di Damsyik, Suriah, juga mengeluarkan pernyataan mengecam penangkapan itu dan menyatakan Hamas takkan "mengubah ideologinya mengenai penentangan terhadap pendudukan dengan segala cara, terutama perlawanan tentara". Wakil jurubicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Tom Casey mengatakan, "Meskipun memahami dan menghormati bahwa Israel perlu mempertahankan diri, kami benar-benar berharap mereka melakukan pertimbangan mengenai dampak tindakan mereka, termasuk terhadap kemampuan mendorong sejenis dialog, yang kami harap dapat terjadi." Lebih dari 40 orang dari 132 anggota parlemen Palestina saat ini berada di dalam penjara Israel, kebanyakan dari mereka belum diajukan ke pengadilan. Dalam tahun lalu, Israel menahan sekitar 40 pejabat terpilih Hamas.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007