Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan "swap" (pertukaran) gas alam cair (LNG) antara PT PLN (Persero) dan dua perusahaan asal Singapura, Pavilion dan Keppel, masih berupa kajian.

"Kontraknya bukan perjanjian jual beli gas (PJBG). Tidak ada deal (kesepakatan) soal gas di situ," katanya dalam acara "Afternoon Tea" bersama wartawan di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Rabu.

Luhut mengemukakan hal itu menampik isu impor LNG dari Singapura yang belakangan banyak diperbincangkan publik dan media. Luhut menyebut bisnis yang dimaksud dengan skema pertukaran, bukan impor.

Mantan Menko Polhukam itu menjelaskan Singapura memiliki infrastruktur kapal mini yang bisa membawa LNG ke pembangkit listrik kecil.

Ada tiga titik wilayah yang sedang dilihat peluangnya untuk proyek tersebut. Adapun LNG yang didistribusikan nanti, menurut Luhut, tetap berasal dari Indonesia.

"Tapi ini masih dalam kajian, kalau kita lihat dalam enam bulan ini ternyata biayanya tidak masuk, ya tidak jadi," katanya.

Luhut menegaskan dalam pokok-pokok perjanjian (Head of Agreement/HoA) yang ditandatangani PLN dan dua perusahaan Singapura itu tidak ada pelanggaran yang dilakukan, terlebih terkait isu impor LNG.

"Jangan komentar dulu sebelum dapat data lengkap. Kami juga tidak ingin melacurkan diri kami untuk melakukan itu," katanya.

Deputi Bidang Infrastruktur Kemenko Kemaritiman Ridwan Djamaluddin mengatakan sudah ada hitungan mengenai biaya transportasi gas ke pembangkit-pembangkit listrik yang memerlukan.

Ia menjelaskan Indonesia memiliki pasokan gas yang besar di kawasan timur. Singapura, di sisi lain, juga memiliki fasilitas gas yang dekat dengan kawasan barat Indonesia.

"Jadi, kalau mau untuk pembangkit listrik di barat, tentu jadi lebih murah kalau mengangkut dari daerah yang lebih dekat," katanya.

April lalu, lanjut Ridwan, telah dilakukan studi kelayakan awal antara PLN dan kedua perusahaan Singapura itu. Meski telah menemukan hasil perhitungan, hingga kini belum ada kesepakatan lebih lanjut mengenai rencana proyek tersebut.

"HoA yang ditandatangani kemarin judulnya adalah studi kelayakan yang lebih dalam. Jadi, belum ada cerita kami mau beli gas, Anda mau jual gas. Kalau dari studi itu tidak feasible (layak) ya enggak jadi," ujarnya.

Sebelumnya, PLN dan dua perusahaan asal Singapura, yakni Pavilion dan Keppel, menandatangani pokok-pokok perjanjian (HoA) kerja sama studi logistik dan penyiapan fasilitas gas alam cair (LNG) skala kecil di Tanjung Pinang dan Natuna, Kepulauan Riau.

Penandatanganan HoA dilakukan di Singapura pekan lalu saat pertemuan bilateral pemimpin negara dalam rangka memperingati kerja sama Indonesia-Singapura ke-50 tahun.

Fasilitas penampungan LNG skala kecil tersebut direncanakan mendapat pasokan gas dari terminal di Singapura.

Selain itu, juga dijajaki kemungkinan memanfaatkan terminal LNG di Singapura untuk memasok gas ke pembangkit di Sumatera bagian utara.

Dengan upaya-upaya tersebut, PLN berharap mampu menurunkan biaya produksi listriknya.

"HOA ini bukan kontrak transaksi jual beli LNG, melainkan studi penyiapan infrastruktur mini LNG dengan tujuan mendapatkan solusi logistik yang paling andal dan efisien. Jika nantinya dari hasil studi diperoleh biaya lebih tinggi maka studi akan berakhir tanpa tindak lanjut implementasi," kata Direktur PLN Amir Rosidin dalam rilisnya.

(T.A062/S024)

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017