Jakarta (ANTARA News) - Hakim tunggal Cepi Iskandar dijadwalkan membacakan putusan perkara praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat sore.

"Kami berharap kearifan, kebijakan, dan keadilan dari bapak hakim yang sedang memeriksa, mengadili dari proses praperadilan ini," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif.

Syarif menjelaskan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi dalam proyek pengadaan KTP-e sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku, seperti adanya bukti-bukti permulaan yang cukup.

"Bahkan kami mempunyai bukan bukti-bukti permulaan saja, tetapi bukti-bukti substantif yang bahkan kami menyerahkan rekamannya kepada pengadilan walaupun hakimnya tidak membolehkan diputar. Jadi, mudah-mudahan Bapak hakimnya memperhatikan formil dalil-dalil yang disampaikan KPK," tuturnya.

Ia pun menyayangkan bukti rekaman yang diajukan tim biro hukum KPK itu tidak jadi diputar dalam sidang praperadilan pada Rabu (27/9).

"Kami juga sebenarnya agak kaget ketika kami minta diputarkan rekaman itu karena memang itu belum substansi sekali. Itu adalah bukti-bukti awal, seharusnya hanya untuk membuktikan dalam kasus KTP-e itu adalah konspirasi antara satu dengan yang lain," ucap Syarif.

Oleh karena itu, kata dia, KPK mengharapkan hakim yang menangani kasus tersebut betul-betul mempertimbangkan semua masukan dan bukti-bukti yang dipresentasikan KPK di pengadilan.

Kalau ternyata hakim menerima permohonan praperadilan Setya Novanto, Syarif mengatakan, KPK akan memikirkan langkah-langkah lain.

"Kalau pun seandainya kalah di praperadilan, KPK masih punya langkah-langkah lain tetapi langkah-langkah lain itu sedang kami pikirkan. Salah satunya kami sangat yakin dengan bukti-bukti yang kami miliki," tutur Syarif.

KPK pada 17 Juli menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) di Kementerian Dalam Negeri tahun 2011-2012.

Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, Setya Novanto diduga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan KTP-e yang sekitar Rp5,9 triliun.


Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017