Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) tetap melakukan langkah penyelidikan tentang adanya indikasi korupsi dan kerugian negara dalam kasus penjualan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) Unibank kepada PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). "Kami masih melakukan langkah penyelidikan," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, di Jakarta, Senin. Johan menyatakan hal itu terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan CMNP tidak bisa mendapatkan ganti rugi setelah NCD yang dibeli CMNP tidak dapat dicairkan karena Unibank telah dilikuidasi. Meski sudah ada putusan MA, penyelidikan di KPK tetap berjalan sesuai kewenangan yang dimiliki KPK sebagai badan yang berwenang membuktikan dugaan tindak pidana korupsi dan kerugian keuangan negara. MA mengabulkan kasasi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk tidak mancairkan NCD PT Unibank Tbk senilai 28 juta dolar AS. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menolak pencairan itu karena menanggap Unibank milik Sukanto Tanoto itu bodong atau melanggar ketentuan yang berlaku. Kasus itu berawal ketika PT CMNP melakukan transaksi tukar menukar surat berharga senilai Rp153,5 miliar dengan PT Bank CIC pada 27 April 1999. CMNP menyerahkan surat berharga dalam bentuk obligasi dengan nilai nominal Rp153,5 miliar sedangkan Bank CIC menyerahkan Negotiable Medium Term Note (MTN) dengan nilai yang sama. MTN tersebut tidak dikenakan bunga dan jatuh tempo pada Mei 2003. Pada Mei 1999, CMNP melalui PT Bhakti Investama melakukan transaksi jual-beli surat berharga dengan sebuah perusahaan Singapura Drosophila Enterprise Pte.Ltd, yang keduanya dimiliki oleh Hari Tanoesoedibjo. CMNP menjual surat berharga dalam bentuk obligasi CMNP II yang dikeluarkan pada 1997 dengan tingkat bunga tetap dan nilai nominal Rp189 miliar berikut MTN Bank CIC senilai Rp153,5 miliar. Pembayaran yang diterima oleh CMNP dari Drosophila berupa NCD tanpa bunga yang dikeluarkan oleh PT Unibank senilai 28 juta dolar AS dan akan jatuh tempo pada 9 dan 10 Mei 2002. Pada 26 September 2001, Unibank yang oleh Bank Indonesia dinyatakan termasuk dalam Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) menyatakan NCD yang diserahkan kepada PT CMNP telah dilaporkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasonal (BPPN) dalam laporan posisi simpanan dan kewajiban sehingga CMNP memiliki hak tagih atas NCD tersebut. Namun, pada 29 Januari 2002, BPPN menyatakan rekening NCD Unibank tidak dijamin dan tidak dapat dibayarkan melalui program penjaminan pemerintah karena termasuk dana milik pihak terafiliasi. BPPN juga menyatakan NCD tersebut melanggar ketentuan Bank Indonesia (BI) tentang penerbitan sertifikat deposito oleh bank dan lembaga keuangan bukan bank. BPPN akhirnya mengumumkan NCD yang diterbitkan Unibank melanggar peraturan perundang-undangan sehingga tidak diakui dan tidak dijamin pembayarannya. BI juga menyatakan laporan simpanan berjangka bulanan Unibank tidak diketahui terdapat deposito dalam dolar AS dan penerbitan NCD itu tidak sesuai aturan. Kerugian transaksi yang dialami CMNP sebesar Rp153,5 miliar dan kehilangan aset senilai 28 juta dolar AS berakibat pula kerugian pada pemegang saham CMNP yang sebagian besar dimiliki oleh BUMN, yakni PT Krakatau Steel dan PT Jasa Marga (persero). Hingga saat ini KPK setidaknya telah memeriksa sejumlah pihak terkait kasus tersebut, diantaranya mantan anggota komisaris PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) periode 1999-2004, M. Jusuf Hamka. Selain itu, KPK juga telah memeriksa mantan anggota komisaris CMNP periode 2000-2005, Shadik Wahono serta Direktur CMNP Daddy Hariadi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007