Denpasar (ANTARA News) - Buddhisme Esoterik yang ada di Indonesia maupun Jepang merupakan ajaran yang didasarkan pada Buddhisme Esoterik jaman pertengahan, yang membangun ajaran dari sederet prinsip-prinsip. "Prinsip tersebut antara lain pendiri sekte agama (syaka), menggerakkan mudra (tubuh), melantunkan mantra (mulut) dan pikiran hingga terbentuknya mandala," kata Dr Keishi Matsunaga, salah seorang dari rombongan 62 pendeta Budha Jepang di Denpasar Selasa. Ketika tampil sebagai pembicara dalam Seminar umum Mandala yang mengusung tema benang merah budaya Jepang-Indonesia, putra pendeta tertinggi sekte Shingon Jepang yang pernah melakukan penelitian tentang keberadaan ajaran Buddha Tantra di Indonesia, menambahkan, mandala merupakan tujuan melakukan tapa keagamaan untuk membebaskan diri dari ikatan kenikmatan duniawi untuk menjadi Buddha. Mandala dalam pandangan Buddhisme Esoterik akan dunia atau semesta (kosmos) digambarkan secara simbolik dan menjadi petunjuk penting dalam menelusuri jejak penyebaran Buddhisme Esoterik di berbagai wilayah. Dr Keishi dalam seminar sehari yang melibatkan sekitar 350 peserta lintas agama itu menambahkan, Mandala menempati kedudukan penting dalam Buddhisme Esoterik yang menampilkan secara simbolik pandangan tentang dunia yang diyakini penganutnya. Dalam dunia Mandala semua Budha dan dewa tiada terkira nilainya, jika salah satu saja tidak lengkap, dunia mandala tidak dapat terbentuk. Pandangan tentang dunia seperti itu adalah ciri khas dari Buddhisme Esoterik yang tidak ditemui pada ajaran agama lain. Ia menjelaskan, Mandala memiliki bentuk yang beragam sesuai proses perkembangannya. Mandala yang dibawa Pendeta Kukai ke Jepang maupun di Indonesia saat ini, adalah Mandala yang diuraikan dalam kitab suci yang memuat prinsip ajaran Buddhisme Esoterik jaman pertengahan. Mandala yang mewakili Buddhisme Esoterik jaman pertengahan adalah Mandala Taizokai dan Mandala Kongokai, yang keduanya dibangun dalam lima sosok Buddha sebagai pusatnya serta dikelilingi sosok yang dimuliakan seperti Boddhisattwa dan Vidyarajas. Bagian luar Mandala dibangun dari Buddha dan para dewa sebagai penguasa langit dan hal itu sesuai prinsif Buddhisme Esoterik, sosok yang dimuliakan dalam Agama Hindu, diubah menjadi sosok yang dimuliakan dalam Buddhisme Esoterik. Dalam bentuk mandala seperti itulah pandangan tentang dunia dari Buddhisme Esoterik dimunculkan secara nyata. Wilayah di mana Buddhisme Esoterik masuk dan menyebar, agama yang telah ada sebelumnya dipadukan ke dalam sistem Buddhisme Esoterik menjadi agama bentuk baru yang memiliki jenis penyebaran khusus yang mendapat dukungan dari masyarakat setempat, ujar Dr Keishi. Dalam seminar sehari itu selain Keishi Matsunaga juga tampil Prof Dr Timbul Haryono dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Dr I ketut widnya dari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dan I Gede Prama, pendakian spiritual dari Bali. Program Mandala, persahabatan dan pementasan silang budaya Indonesia-Jepang yang berlangsung selama sepekan 12-16 Juni merupakan salah satu upaya menyikapi kondisi Indonesia, yang belakangan ini, sering dilanda bencana dan beberapa kali teror bom. Melalui berbagai kegiatan ritual dan doa, seperti yang sebelumnya juga dilakukan dengan mendatangkan tokoh spiritual dari India, diharapkan terus tercipta kedamaian dan kesejahteraan di Bali, Indonesia dan dunia, harap I Gusti Panji Tisna, koordinator seminar tersebut.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007