Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan menyatakan kasasi sebagai upaya hukum lanjutan terkait putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang membebaskan terdakwa kasus dugaan korupsi perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton, Ali Mazi dan Pontjo Sutowo. "JPU (jaksa penuntut umum-red) sudah menyatakan kasasi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Salman Maryadi, di Jakarta, Selasa. "Kami berkeyakinan putusan Mahkamah Agung akan berbeda dengan putusan pengadilan negeri, dan akan sejalan dengan jaksa," kata dia. Putusan bagi Direktur Utama PT Indobuild.Co/Hilton, Pontjo Sutowo dan Ali Mazi (mantan kuasa hukum PT Indobuild.Co yang kini gubernur non-aktif Sulawesi Tenggara) itu merupakan kali kedua dijatuhkannya vonis bebas bagi terdakwa dalam kasus yang ditangani oleh Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor), yang telah resmi dibubarkan pada 11 Juni 2006. Satu kasus Tim Tastipikor yang diputus bebas adalah kasus dugaan korupsi fasilitas direksi PT Pupuk Kaltim dengan terdakwa mantan Direktur Utama, Omay K Wiraatmaja yang dibebaskan oleh PN Jakarta Selatan dan saat ini dalam proses kasasi di Mahkamah Agung. Meskipun tim tersebut telah dibubarkan, kata Kapuspenkum, upaya hukum lanjutan terhadap kasus Hilton tetap akan dilakukan oleh Jaksa yang bersangkutan, yaitu Ali Mukartono. Disinggung mengenai kegagalan upaya penyelamatan aset negara berupa lahan di kawasan Senayan senilai Rp1,936 triliun, Kapuspenkum membantah Kejaksaan disebut gagal karena proses hukum masih berlanjut dan belum ada putusan berkekuatan hukum tetap. "Dalam putusan itu, tanah tidak dirampas untuk negara tapi dinyatakan digunakan dalam perkara lain," kata Salman merujuk pada kasus Hilton dengan terdakwa mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau BPN DKI Jakarta Robert J Lumempauw dan mantan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat Ronny K Judistiro. Lebih lanjut Kapuspenkum menyatakan pihaknya mencermati dua hal dalam putusan majelis hakim yang diketuai Andriani Nurdin itu, yakni di dalam putusan tersebut tidak dibicarakan mengenai status tanah tempat bangunan PT Indobuild.Co yaitu Hotel Hilton (sekarang Hotel Sultan-Red) berada. "Yang kedua, untuk pengajuan HGB (Hak Guna Bangunan-Red) di atas HPL (Hak Pengelolaan Lahan-Red) ada syarat-syarat yang diatur dalam hukum positif yang berlaku dan hal itu tidak dilaksanakan oleh terdakwa selaku pemohon. Hal tersebut menyimpang dari aturan PP No 40/1996 dan Peraturan Menteri Agraria No 9/1999," kata Kapuspenkum. Ia menambahkan, dalam putusan tersebut majelis hakim menyatakan terdakwa sebagai pemohon pasif terhadap HGB sehingga dengan status pemohon itu maka terdakwa tidak dapat dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum meskipun ada syarat-syarat yang dilanggar oleh terdakwa Pontjo dan Ali Mazi yang saat itu berprofesi sebagai pengacara perusahaan Indobuild.Co. Dalam kasus tersebut, Pontjo dan Ali Mazi, masing-masing dituntut hukuman tujuh tahun penjara berikut denda Rp500 juta subsider satu tahun kurungan serta kewajiban membayar ganti rugi apabila ada tuntutan dari pihak ketiga. Keduanya didakwa secara bersama-sama memperpanjang HGB Hotel Hilton yang berada di kawasan Gelora Senayan Jakarta Pusat yang dikuasai oleh Sekretaris Negara, melalui prosedur yang tidak sah sehingga berpotensi merugikan negara hingga Rp1,936 triliun. Sementara itu, dalam perkara terpisah, dua terdakwa pejabat negara yaitu Robert dan Ronny dituntut dijatuhi pidana penjara enam tahun, denda Rp300 juta karena peran masing-masing sebagai pihak yang menyetujui dan mengusulkan perpanjangan HGB Hotel Hilton.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007