Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengungkapkan bahwa pemanggilan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Saefullah sebagai saksi pada Jumat (27/10) lalu merupakan pengembangan kasus yang lama.

"Itu masih pengembangan kasus yang lama," kata Syarif di Jakarta, Senin.

Berdasarkan surat pemanggilan KPK, Saefullah diperiksa sebagai saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan korporasi.

Adapun korporasi itu terlibat dalam perkara pemberian hadiah atau janji terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) Tahun 2016.

Sementara terkait perkembangan kasus itu mengarah ke korporasi, Syarif menyatakan itu merupakan salah satu yang akan dipikirkan KPK.

"Itu salah satu yang dipikirkan," ucap Syarif.

Namun, ia enggan memberikan keterangan lebih lanjut apa yang didalami soal pemanggilan Saefullah itu.

"Tidak bisa disebutkan apa yang kami dalami," ujarnya.

Sementara itu apakah lembaganya juga akan memanggil dua mantan Gubernur DKI Jakarta masing-masing Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat untuk dimintai keterangan dalam pengembangan kasus itu, ia menyatakan belum mengetahuinya.

"Belum tahu, belum tahu tetapi kalau penyidik atau penyelidik kami menganggap penting pihak-pihak yang dianggap mengetahui akan dimintai keterangan," ungkap Syarif.

Sebelumnya, Saefullah mengaku dimintai keterangannya soal penerimaan gratifikasi dalam kasus Raperda Pantai Utara itu.

"Tadi ada beberapa hal yang sama dengan permintaan keterangan yang terdahulu terkait dengan gratifikasi yang diterima dari anggota DPRD Pak Sanusi dulu proses pembahasannya seperti apa," kata Saefullah seusai diperiksa di gedung KPK, Jumat (27/10).

Ia pun menyatakan bahwa pada pemeriksaannya itu lebih fokus terkait permasalahan reklamasi Pulau G di Pantai Utara Jakarta.

"Lebih fokus di Pulau G," kata Saefullah.

Saefullah pun mengaku bahwa pemeriksaannya itu dilakukan untuk tersangka korporasi. "Buat korporasi," ujarnya.

Namun, ia tidak mau membeberkan siapa tersangka korporasi itu. "Kalau itu bertanya ke dalam ya," ucap Saefullah.

Selain itu, ia juga mengaku dikonfirmasi soal tambahan kontribusi 15 persen dalam Raperda Reklamasi itu.

"Jadi, saya sampaikan bahwa saya waktu itu melakukan pembahasan sesuai dengan jadwal saya sekitar delapan kali melakukan pembahasan dengan Baleg di DPRD, kami waktu itu berdebat panjang soal tambahan kontribusi yang 15 persen," kata dia.

Menurut dia, saat itu terjadi "deadlock" antara eksekutif dan legislatif soal kontribusi 15 persen tersebut.

"Tadi diulang lagi pertanyaan yang dulu deadlock-nya seperti apa, memang kami tidak sepaham dan tidak sepakat antara eksekutif dan legislatif soal angka 15 persen itu," kata Saefullah.

Sebelumnya, terkait kasus itu, mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi telah divonis bersalah karena terbukti menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan melakukan pencucian uang.

Selain itu, Ariesman Widjaja dan asistennya Trinanda juga telah divonis bersalah terkait kasus tersebut.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017