Jakarta (ANTARA News) - Ahli lingkungan hidup dan maritim Emmy Hafild meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencarikan alternatif bagi nelayan terkait rencana pelarangan alat tangkap ikan jenis cantrang.

"Aturan pelarangan cantang harus memiliki alternatif rencana lainnya untuk mengantisipasi dampak sosial yang ditimbulkan," kata Emmy di Jakarta, Jumat.

Emmy mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan dan menganalisa dampak sosial terhadap nelayan ketika memberlakukan larangan cantrang.

Ketua Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Nasional Demokrat (NasDem) bidang Pertanian dan Maritim itu menyatakan jika pemerintah memberlakukan larangan cantrang pada Desember 2017 maka akan berdampak juga dukungan rakyat terhadap Presiden Joko Widodo.

Emmy menuturkan Presiden Jokowi harus mempertimbangkan rencana larangan cantrang dengan mencari solusi lantaran akan berimbas terhadap kehidupan nelayan di Indonesia.

Emmy bersama praktisi lingkungan hidup menggelar ekspedisi bahari mulai dari pesisir utara Jawa Tengah hingga Jawa Timur pada 1-3 November 2017.

Ekspedisi bahari itu menginvestigasi fakta di lapangan terkait dampak larangan cantrang terhadap ekonomi nelayan.

Berdasarkan hasil analisa di lapangan, Emmy mengungkapkan Komisi IV DPR RI memutuskan uji petik dan studi terhadap larangan cantrang.

Emmy mengemukakan hasil temuan menunjukkan cantrang sebagai alat tangkap ikan yang mayoritas digunakan nelayan sehingga menjadi penggerak utama perekonomian di pesisir utara Pulau Jawa.

Nelayan keberatan menggunakan alat tangkap ikan selain cantrang seperti pukat cicin karena lebih mahal dan tidak ekonomis.

Emmy menyatankan KKP ikut terlibat uji petik dan studi dampak dari penggunaan cantrang merusak ekosistem laut atau tidak.

Masyarakat Perikanan Nusantara menganalisa dampak larangan alat tangkap ikan jenis cantrang berpotensi merugi hingga Rp3,4 triliun per tahun dan mengancam 60.000 nelayan, serta merusak iklim bisnis turunan dari pelaku bisnis perikanan.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017