Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan Dirjen Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial (Depsos), Gunawan Sumodiningrat, dalam penyelidikan dugaan korupsi dana pemberdayaan kaum fakir miskin. Gunawan dimintai keterangan selama dua setengah jam, di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Kamis, mulai pukul 15.00 WIB hingga pukul 17.30 WIB. Kepada wartawan, Gunawan membantah bahwa dirinya dimintai keterangan. "Saya hanya bertemu teman," ujarnya singkat sambil memasuki mobil sedan hitam bermerk BMW. Juru bicara KPK, Johan Budi SP, membenarkan Gunawan dimintai keterangan untuk penyelidikan dugaan kasus korupsi dana bantuan sosial di Depsos. Menurut Johan, KPK menyelidiki dugaan korupsi dana APBN periode 2004 hingga 2006 dalam pelaksanaan dana bantuan sosial di Depsos. Pada Rabu, 13 Juni 2007, KPK telah meminta keterangan Kasubdit Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, Sonny W Manalu. Sonny telah dua kali dimintai keterangan oleh KPK. Pada Selasa, 12 Juni 2007, KPK juga telah meminta keterangan staf ahli Menteri Sosial, Akib Masri. Audit BPK sampai semester II Tahun Anggaran 2005 menghasilkan 70 temuan pemeriksaan di Departemen Sosial senilai Rp287,89 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak 63 temuan senilai Rp189,28 miliar telah ditindaklanjuti. Temuan BPK itu di antaranya adalah inefisiensi anggaran pada pengadaan mesin jahit dan sapi potong. Depsos pada 2004 melakukan kerjasama dengan PT Ladang Sutera Indonesia (Lasindo) untuk pengadaan 6.000 unit mesin jahit senilai Rp19,49 miliar. BPK menemukan sasaran penerima bantuan banyak yang tidak tepat, di antaranya pemilik usaha konveksi di Jawa Timur dan Sumatera Utara. Bantuan mesin jahit berspesifikasi kecepatan tinggi dengan konsumsi arus listrik tinggi itu sebenarnya ditujukan untuk membantu masyarakat miskin yang kapasitas listrik di rumahnya tidak mencukupi untuk operasi mesin jahit tersebut. Karena tidak tepat sasaran dan tidak tercapainya tujuan program, BPK menemukan anggaran senilai Rp10,63 miliar dalam program pengadaan mesin jahit tersebut tidak efektif. Pada 2006, BPK kembali menemukan inefisiensi dalam penggunaan dana APBN di Ditjen Pemberdayaan Sosial, Depsos. Temuan BPK itu di antaranya berupa kelebihan perhitungan biaya kontrak pengadaan sarana air bersih di Provinsi NTT dan NTB senilai Rp307,91 juta. BPK juga menemukan inefisiensi senilai Rp1,15 miliar pada program pemberdayaan sosial melalui DIPA Dekonsentrasi tahun anggaran 2005 dan 2006 pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007