Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mendorong pemerintah mulai mengambil langkah-langkah strategis dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan riil properubahan iklim, yang lebih membumi dan juga menggandeng seluruh pihak.

Menurut dia, saat menjadi pembicara kunci dalam forum Conference of Parties (COP) Ke-23 di Pavilion Indonesia, Bonn, Jerman, Rabu (15/11) seperti disampaikan dalam rilisnya di Jakarta, Jumat, konsistensi Indonesia sebagai salah satu negara aktif yang turut meratifikasi Paris Agreement patut didukung oleh semua pihak.

Satya dari Fraksi Partai Golkar itu menyatakan secara prinsip DPR mendukung penuh upaya pemerintah terhadap komitmen mewujudkan "sustainable development goals" (SDGs) khususnya poin target ke-13 yaitu menyangkut isu perubahan iklim (climate action).

"DPR bersama pemerintah sama-sama berkomitmen untuk mengintegrasikan SDG ke-13 tersebut ke dalam aksi nasional untuk perubahan iklim yang bersifat lintas sektoral. Ini penting bagi Indonesia sebagai negara yang cukup diperhitungkan perannya dalam forum internasional," kata Satya yang berbicara setelah Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang S Brodjonegoro dan Menteri Lingkungan Hidup Jepang Masaharu Nakagawa.

Dijelaskannya, Perjanjian Paris hasil COP Ke-21 pada 2015, yang telah diratifikasi secara prinsip memberikan peran cukup strategis bagi Indonesia.

Bahkan, yang cukup membanggakan, lanjutnya, ratifikasi tersebut merupakan yang tercepat dalam sejarah diteken bersama antara pemerintah dengan DPR.

"Perlu penekanan agar `nationally determined contributions` (NDC) Indonesia lebih membumi dan ini perlu kerja sama dari seluruh `stakeholders`, swasta, NGO, parlemen dan pemerintah serta industri kelas menengah ke bawah juga perlu dilibatkan," kata Satya yang juga Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI.

Aksi nasional untuk perubahan iklim seperti mengurangi emisi sebesar 29 persen tanpa bantuan asing pada 2030 ataupun pengurangan emisi hingga 41 persen dengan bantuan asing sifatnya harus lintas sektoral.

Satya menyebutkan NDC tersebut juga harus diselaraskan dengan berbagai kerangka kebijakan nasional di berbagai bidang seperti energi dan lingkungan hidup.

"NDC kita jangan sampai hanya merupakan target belaka, tetapi harus dapat disinkronisasikan secara nasional hingga ke daerah, melalui instrumen kebijakan yang ada seperti RUEN (rencana umum energi nasional) yang dijabarkan menjadi RUED (rencana umum energi daerah), sehingga seluruh daerah di Indonesia benar-benar sinkron untuk berkontribusi mengurangi emisi," tambahnya.

Sementara itu, di podium yang sama Bambang Brodjonegoro menyatakan keseriusan pemerintah dalam upaya melakukan "climate action".

Menurut dia, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 telah disiapkan secara komprehensif dan proyeksi pertumbuhan hingga 2030 yang selaras dengan komitmen implementasi tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dan Kesepakatan Paris.

"Indonesia telah menambahkan indeks resiliensi perubahan iklim dalam RPJM, sebagai bentuk komitmen kita dalam mewujudkan tujuan SDGs dan juga Paris Agreement," kata mantan Menteri Keuangan itu.

Sedangkan, Masaharu Nakagawa menegaskan bahwa Negeri Matahari Terbit tersebut berkomitmen penuh untuk mendorong pembentukan "platform" Asia Pasific Adaptation Cooperation sebelum 2020.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017