Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah perlu membentuk dewan khusus yang mengatur hubungan bisnis kemitraan sehingga dapat menciptakan "supply chain" yang menguntungkan pengusaha Indonesia. "Selama ini kalangan bisnis Indonesia banyak menemui kendala dalam bidang pemasaran, sehingga diperlukan mekanisme `supply chain` yang mengatur bisnis sejak produksi hingga pemasaran," kata Kepala Pusat Kajian dan Pengembangan Kebijakan Industrialisasi (PPKI) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr Ir Sutrisno, MSME, Sabtu. Menurut dia, dewan khusus tersebut bertugas mengatur agar setiap kebijakan yang diambil pemerintah menjadi kebijakan yang berkualitas. Dewan khusus tersebut terdiri atas pakar perguruan tinggi, praktisi bisnis, dan pemerintah. Indonesia merupakan negara yang hanya memiliki sedikit dewan, kata dia, berbeda dengan negara lain yang memiliki dewan untuk tiap bidang, misalnya dewan energi, dewan minyak goreng, dewan sayuran, dewan susu, dan dewan buah. Sebagai contoh Belanda memiliki "Dutch Dairy Board" atau Dewan Susu Belanda yang sudah berjalan sejak 1950-an. Dewan susu tersebut mengatur sebanyak 22.000 kawasan peternakan sapi perah dengan jumlah 1,5 juta sapi perah yang mampu memproduksi 11 miliar kilogram susu per tahun, katanya. Menurut dia, dewan tersebut juga bertugas mengorganisasi peternak sapi perah, jalannya industri susu, alur perdagangan, dan "trade union". Sebanyak 55 perusahaan di Belanda mampu memproduksi keju, mentega, susu bubuk, "condensed milk", dan susu segar. "Kekuasaan dewan tersebut adalah membuat aturan dan penentuan harga yang harus diikuti oleh semua anggota. Dewan juga berperan dalam keuangan, riset, penanganan kesehatan ternak, proyek peningkatan kualitas ternak, dan pengembangan produk," ujarnya. Ia mengatakan, tidak adanya dewan khusus seperti itu menjadi salah satu penyebab para petani Indonesia kehilangan kedaulatan ekonomi untuk menentukan harga. Perekonomian Indonesia telah terhubung langsung dengan pihak asing, sehingga tanpa ada penentuan harga dalam negeri, petani Indonesia tidak mampu melakukan tawar-menawar. "Sementara petani Indonesia tidak memiliki patokan harga, pengusaha asing telah memiliki `Supply Chain Management` yang bagus, sehingga harga berada di tangan mereka," kata Sutrisno.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007