Bekasi (ANTARA News) - Pengambilalihan pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Bantargebang oleh Pemerintah Povinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai merugikan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi hingga miliaran rupiah. Pemkot Bekasi tidak bisa menagih "tipping fee" mulai Mei 2007 hingga ada perjanjian tripartit pengolahan sampah di TPA Bantargebang yang besarnya miliaran rupiah per bulan, kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) 26 DPRD Kota Bekasi, Wahyu Prihantono, di Bekasi, Senin. Sebelum masa pengelolaan sampah di TPA Bantargebang oleh PT Patriot Bekasi Bangkit (PBB) habis, Pemkot Bekasi mendapat "tipping fee" dari Pemprov DKI Jakarta senilai Rp2,4 miliar per bulan. Karena perjanjian kerjasama pengolahan limbah sampah habis, Pemkot Bekasi tidak bisa menagih "tipping fee" karena tidak ada payung hukumnya. "Pengambilalihan pengelolaan sampah di kawasan itu jelas merugikan Pemkot Bekasi hingga miliaran rupiah per bulan, akibat kelambanan eksekutif menindaklanjuti rekomendasi Pansus 26 soal TPA Bantargebang," ujar dia. Rekomendasi Pansus 26 DPRD Kota Bekasi antara lain, memerintahkan eksekutif segera menyempurnakan draf perjanjian Bipartit, melaksanakan perjanjian tripartit sebelum berakhir masa perjanjiannya. Selain itu, Pansus 26 juga mendesak Pemkot Bekasi segera melakukan pembicaraan dengan Pemprov DKI Jakarta untuk menentukan harga "tipping fee" mengacu kepada harga ideal sesuai hasil kajian konsultan independen. Hanya saja, eksekutif Kota Bekasi lamban menindaklanjuti rekomendasi Pansus 26, akhirnya begitu masa perjanjian Tripartit habis pada 14 Mei lalu, Pemprov DKI Jakarta secara sepihak mengambilalih pengelolaan sampah TPA Bantar Gebang. Dengan tidak bisa ditagihnya "tipping fee" sampah tersebut, maka pembayaran dana kompensasi untuk 12.000 warga di sekitar kawasan TPA Bantargebang terhenti. Hal yang juga mengkhawatirkan adalah bila masyarakat yang selama ini menerima dana kompensasi sampah sebesar Rp50.000 per Kepal Keluarga (KK) kesal, kemudian berunjukrasa menagih dana tersebut. Pemprov DKI Jakarta juga tidak mungkin membayar "tipping fee" ke Pemkot Bekasi, karena belum ada payung hukum setelah kerjasama pihak ketiga sebagai pengelola sampah TPA habis masa berlakunya. "DKI Jakarta juga benar tidak membayar tipping fee, karena kalau dibayarkan dasar hukumnya mana," kata Prihantono, seraya menambahkan yang rugi Pemkot Bekasi karena tidak segera merespon rekomendasi Pansus 26. Seharusnya, kata dia, begitu perjanjian kerjasama tripartit habis masa berlakunya, Pemkot Bekasi harus tegas melarang Pemprov DKI Jakarta membuang sampah di kawasan TPA Bantargebang, tetapi tidak dilakukan. Prihantono merasa kecewa karena eksekutif tidak memenuhi undangan rapat yang sedianya digelar hari ini membahas persoalan pengelolaan sampah tersebut. "Saya kecewa eksekutif tidak memenuhi undangan Pansus 26 yang sedianya akan membahas masalah pengelolaan sampah TPA Bantargebang, akhirnya rapat batal," ujarnya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007