Medan (ANTARA News) - Eksportir melakukan tindakan saling menunggu, menyusul kenaikan pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) ditandai dengan tidak adanya transaksi dalam tender komoditi itu yang diselenggarakan Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara di Jakarta, Senin. "CPO yang dibuka dengan harga penawaran Rp7.007 per kg itu tidak terjual. karena penawaran tertinggi hanya Rp6.943 per kg. Pengusaha mengaku masih ragu melakukan transaksi jual beli CPO menyusul kenaikan PE CPO yang tiba-tiba," kata Sekretaris I Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapk) Sumut, Timbas Ginting, di Medan. Kenaikan PE CPO itu juga langsung menurunkan harga jual tandan buah segar (TBS) di tingkat petani rata-rata Rp100 hingga Rp150 per kg atau tinggal Rp1 200 dan Rp1.250 per kg dari harga sebelumnya yang rata-rata Rp1.350 per kg. "Sementara harga minyak goreng belum terlihat turun, Gapki akan meminta pemerintah meninjau kebijakan kenaikan PE CPO itu sesuai aspirasi pengusaha," katanya. Menurut dia, kalau pemerintah tetap mempertahankan PE CPO yang tinggi itu maka pemerintah harus memperuntukkan dana itu untuk kepentingan persawitan. "Bukan seperti selama ini, dimana dan Rp10 triliun hasil PE itu tidak jelas keperuntukkannya. Petani dan pengusaha tidak menikmatinya," kata Ginting., Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara, Jhon Tafbu Ritonga, mengatakan kenaikan PE CPO hanya menyesengsasarakan petani. "Lihat saja harga TBS petani langsung anjlok, " katanya. Menurut Jhon yang juga Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa SawiI Indonesia (APKASIND) itu, kenaikan PE menunjukkan ketidakbecusan Menteri Industri dan Menteri Perdagangan dalam menangani masalah kenaikan harga minyak goreng. "Harusnya kedua menteri itu saja yang mundur dari jabatannya. Bukan sebaliknya membuat kebijakan yang tidak efektif dan membuat petani sengsara," katanya. Dia mengkhawatirkan, kenaikan PE CPO itu juga bisa menjadi bumerang dengan adanya minat tinggi untuk melakukan aksi penyelundupan. Harga ekspor CPO yang masih tinggi atau sebesar 835 dolar As per metrik ton awal pekan ini akan semakin menggiurkan eksportir untuk menyelundupkan CPO tanpa beban PE, katanya. APKASINDO sendiri jelas menolak tegas kenaikan PE CPO mengingat harga TBS yang maha litu baru-baru saja dinikmati petani. "Dulu ketika harga TBS masih rendah dan petani rugi, pemerintah tidak berbuat apa-apa untuk menolong petani sawit," kata Ritonga yang Dekan Fakultas Ekonomi USU itu.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007