Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Hukum dan HAM akan terus menertibkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak "clean and clear".

"Kami akan bakukan data satu peta informasi, kami keroyok untuk membenahi ini," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di gedung KPK Jakarta, Rabu.

KPK melakukan rapat koordinasi dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM dan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM.

Rapat dihadiri Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Fredi Haris, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih, lembaga swadaya masyarakat, dan perwakilan masyarakat sipil.

"Kekisruhan IUP ini juga disebabkan oleh data yang tak terintegrasi satu sama lain. Mulai dari berbagi data pertambangan, perusahaan, dan `beneficial ownership-nya`," tambah Pahala.

Sedangkan Dirjen AHU Kemenkumham, Fredi Haris mengatakan pihaknya siap memblokir IUP yang tidak "clear and clean" (CnC).

"Kami siap blokir," kata Fredi.

Pahala menyebutkan lima kesimpulan yang akan ditindaklanjuti. Pertama, penataan IUP akan diselesaikan berbasis propinsi. Rekomendasi IUP yang sudah terlambat akan diselesaikan oleh tim bersama.

Berdasarkan catatan yang ada, rekomendasi IUP yang sudah terlambat sebanyak 130 di Kalimantan Selatan, 8 di Aceh, dan 17 di Jawa Barat.

Kedua, untuk Surat Keputusan yang sudah habis dan non-CnC, per 31 Desember mendatang secara serentak akan dihentikan pelayanan ekspor impornya oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Ketiga, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak. Bagi entitas yang bermasalah atau ada kewajiban, kedua direktorat ini akan saling berbagi informasi.

Keempat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan turun ke propinsi untuk menyelesaikan IUP yang non CnC, tumpang tindih, atau sengketa.

Kelima, akan ada klarifikasi untuk tagihan Pendapatan Negara Bukan Pajak. Menurut catatan, ada Rp 4,3 triliun yang masih belum dibayar.

Klarifikasi tunggakan ini akan diselesaikan bersama, bagi perusahaan yang sudah tidak beroperasi tidak mengugurkan kewajibannya. Untuk perusahaan yang berganti nama guna menghindari kewajiban, akan dilacak siapa beneficial ownershipnya.

Total IUP yang ada hingga saat ini berjumlah 9.353 IUP dengan 9.074 IUP yang masuk dalam "database" Ditjen Minerba. Dari jumlah itu hanya da 6.565 IUP yang dinyatakan CnC dan 2.509 IUP masuk kategori non CnC.

Dari 6.565 IUP yang masuk CnC itu ada 3.078 IUP yang habis masa berlakunya sampai Desember 2016 karena dicabut selama koordinasi dan supervisi KPK sekaligus IUP yang tidak ada dalam database.

Sehingga yang aktif adalah sebanyak 3.487 IUP. Sedangkan IUP yang non CnC ada 1.845 yang masa berlakunya habis dan yang aktif ada 664 IUP.

Provinsi terbanyak yang IUP-nya non CnC adalah Kalimantan Selatan yaitu 343 IUP sedangkan IUP CnC Kalimantan Selatan ada 445.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017