Amman, Jordania (ANTARA News) - Jordania pada Rabu (6/12) menolak keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, demikian laporan kantor berita resmi Jordania, Petra.

Menteri Negara Jordania Urusan Media Mohammad Momani mengatakan di dalam satu pernyataan bahwa tindakan tersebut adalah pelanggaran terhadap resolusi sah internasional dan Piagam PBB.

Ia menekankan situasi Yerusalem akan diputuskan melalui perundingan dan semua tindakan sepihak Israel mesti dipandang sebagai batal.

Menteri itu mengatakan Jordania menolak keputusan tersebut, yang akan meningkatkan ketegangan dan memperkuat pendudukan.

"Keputusan itu, yang mendahului hasil perundingan status akhir, menyulut kemarahan dan memprovokasi perasaan umat Muslim serta Kristen di seluruh di dunia Arab dan Islam," kata Momani.

Ia menambahkan Yerusalem termasuk masalah status akhir yang perlu ditangani sebagai bagian dari penyelesaian menyeluruh dalam konflik Palestina-Israel, yang menjamin berdirinya Negara Palestina Merdeka dengan perbatasan 1967 dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

"Semua tindakan Israel yang berusaha mengubah status quo tidak sah dan batal sebagaimana ditetapkan oleh resolusi PBB," kata menteri itu, sebagaimana dikutip Xinhua.

Jordania akan terus melancarkan semua upaya yang mungkin melalui kerja sama dengan masyarakat internasional guna mencapai penyelesaian dan mewujudkan aspirasi rakyat Palestina dalam mencapai hak sah mereka.

Jordania akan melanjutkan upaya diplomatiknya di semua arena, regional dan internasional, guna mendorong upaya untuk mengakhiri pendudukan Israel.

Dari Damaskus, Suriah, dilaporkan bahwa Wakil Menteri Luar Negeri Suriah Faisal Mekdad pada Rabu mengatakan keputusan yang mungkin dilakukan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel ke Jerusalem akan menjadi preseden berbahaya.

"Ini akan menjadi preseden yang sangat berbahaya dalam hubungan internasional," kata Mekdad kepada Xinhua.

Pejabat Suriah tersebut menegaskan Yerusalem "adalah Ibu Kota Negara Palestina dan rakyat Palestina", dan memperingatkan pengumuman Trump soal Yerusalem memiliki pantulan yang sangat berbahaya pada seluruh situasi di Timur Tengah.

Sementara itu, Mekdad mengatakan Pemerintah Suriah tidak terkejut oleh keputusan yang dibuat Pemerintah Trump.

"Ini memperlihatkan bahwa mereka tidak peduli dengan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh keputusan ini pada seluruh situasi bukan hanya di Timur Tengah tapi juga di seluruh wilayah ini dan dunia," katanya.

Yerusalem terpecah antara Israel dan Palestina, dan masing-masing pihak ingin kota kuno tersebut menjadi ibu kota negara mereka.

(Uu.C003)

Pewarta: Chaidar A
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017