Jakarta (ANTARA News) - Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian menyatakan kedelai nasional non rekayasa genetis jika diolah dan dikembangkan melalui pemberian merek "branding" akan meningkatkan keuntungan ekonomi baik kepada petani dan pelaku usaha agribisnis.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Gatot Irianto pada Festival Produk Olahan Kedelai Nasional di Jogja Expo Center, Senin, mengatakan pengusaha harus mengubah pola pikir tentang kedelai lokal yang hanya diolah jadi tempe dan dijual di pasar maupun diwarung warung kecil.

"Analoginya, jika beli kopi sekilo harga 50 ribu, jika ke kafe secangkir kopi dihargai 50 ribu artinya yang kita beli adalah brand. Nah yang saya inginkan demikian juga untuk tempe dari kedelai lokal dinaikkan statusnya, diolah, packaging dan di-branding, sehingga memiliki nilai jual yang tinggi," kata Gatot.

Ia menjelaskan produk olahan kedelai harus diubah dengan membranding tempe hingga dijual di kafe dan memiliki nilai jual tersendiri, tentunya dengan proses pengolahan yang higenis dan pengemasan yang menarik.

Menurut dia, nilai tambah produk hasil olahan hanya memberikan peningkatan lima persen pendapatan. Oleh karena itu, pendekatan nilai jual komoditas ada pada branding.

Ia menambahkan saatnya pelaku usaha agribisnis mengangkat kedelai lokal agar semakin elite, terbatas dengan cara diolah higienis, dikemas menarik dan diberikan merek.

Sementara itu, Asisten Keistimewaan Sekretariat Daerah DI Yogyakarta, Didik Purwadi mengatakan kedelai lokal mempunyai peluag besar karena saat ini ada perubahan pola konsumsi masyarakat dari protein hewani ke protein nabati. Oleh karena itu, kedelai lokal menajdi peluang bagi dunia usaha di bidang pangan olahan.

Pemerintah pun saat ini menargetkan tanam kedelai seluas 500.000 hektare (ha) dengan anggaran APBN-P 2017 yang dipusatkan di 20 provinsi mulai dari Sumatra seluas 153.000 ha, Jawa 130.000 ha, Kalimantan 27.000 ha, Sulawesi 110.000 har dan NTT dan NTB masing masing 40.000 ha.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017