Jakarta (ANTARA News) - Indonesia mesti mewaspadai kebijakan baru pajak Amerika Serikat yang memotong tingkat pajak korporasi karena dicemaskan dapat menarik dana finansial dari sejumlah negara berkembang ke negara adidaya itu.

"Bank Indonesia harus bisa merumuskan kebijakan yang pas, agar tidak memukul sektor riil yang saat ini sedang terjepit," kata Plt Ketua DPR, Fadli Zon, dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, selain UU Reformasi Perpajakan baru dari Amerika Serikat, kenaikan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed (bank sentral AS) juga layak untuk dicermati sungguh-sungguh.

Politisi Gerindra itu berpendapat, sejumlah kebijakan itu akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia antara lain karena baik imbal hasil instrumen investasi maupun pemotongan tingkat pajak yang ditawarkan pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, akan signifikan guna memikat investor.

"Saat ini nilai keuntungan bisnis perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang ditempatkan di pasar global mencapai 2,6 triliun dolar AS. Jika kebijakan pemotongan pajak oleh pemerintahan Trump ini bisa menarik hingga separuh nilai tadi, maka pasar global bisa mengalami goncangan," paparnya.

Apalagi, ia juga mengemukakan, ancaman kebijakan Amerika Serikat itu juga diperkirakan bakal memperkuat nilai tukar mata uang dolar.

Untuk itu, Zon juga menghendaki agar pemerintahan Indonesia harus cerdik dan tidak boleh kehilangan fokus terkait soal perekonomian nasional.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan, pencapaian perombakan besar perpajakan Amerika Serikat memungkinkan terjadi flight-to-quality atau tindakan investor memindahkan modal ke tempat yang lebih aman.

"Apa yang dilakukan AS membuat situasi bahwa orang akan menganggap ekonomi di sana bergerak membaik, itu namanya akan ada flight-to-quality," kata Nasution, saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (22/12).

Sebelumnya, Kongres Amerika Serikat, Rabu waktu setempat (20/12), menyetujui rancangan undang-undang reformasi pajak yang diajukan Trump.

Berdasarkan keputusan itu, salah satunya akan terjadi pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 35 persen menjadi 21 persen.

Darmin mengaku belum mengetahui situasi apa yang akan terjadi setelah keputusan reformasi pajak AS sepanjang negara lain belum memberikan reaksinya.

"Kami juga belum mengetahui reaksi dari banyak negara. Jadi jangan hanya dianggap AS yang mengambil kebijakan saja, negara lain juga bisa. Situasi belum bisa terbaca dengan baik sepanjang negara lain belum memberikan reaksi terhadap penurunan pajak AS," ucapnya.

Pewarta: Muhammad Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017