Jayapura (ANTARA News) - Masyarakat Papua diminta tidak terpancing oleh isu politik kemerdekaan seputar Organisasi Papua Merdeka (OPM), karena hanya akan membawa malapetaka bagi diri, keluarga maupun tatanan kehidupan masyarakat di daerah paling timur wilayah Indonesia itu. Himbauan itu disampaikan oleh Mantan anggota OPM yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Jayapura, Drs Filep Karma, Sabtu, terkait santernya kembali isu pengibaran bendera Bintang Kejora menjelang peringatan lahirnya OPM 1 Juli. "Dari balik terali besi di Lapas Abepura, saya menerima banyak informasi bahwa di tengah masyarakat Papua saat ini sedang beredar isu yang santer seputar politik kemerdekaan Papua. Saya minta semua lapisan masyarakat di tanah Papua agar tidak terpancing isu tersebut demi terciptanya Papua sebagai zona damai," katanya. Isu-isu murahan tentang kemerdekaan Papua itu sengaja dihembuskan oleh oknum atau kelompok orang tertentu yang ingin "mengail di air keruh" agar mereka pun dapat meraup keuntungan politik, finansial dan material dari isu tersebut. Filep berpendapat, diskusi politik seputar kemerdekaan Papua itu bukan baru terjadi pada hari ini tetapi telah berlangsung lama malahan sejak tahun 1960-an namun sejauh pengamatan dan refleksinya yang mendalam, kemerdekaan Papua itu sangat sulit tercapai atau dapat dikatakan "mimpi yang tidak kunjung datang" karena orang Papua sendiri tidak memiliki kesamaan pandang tentang kemerdekaan itu sendiri. Ada orang Papua yang berpendapat, merdeka berarti lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sedangkan orang Papua lainnya berpikir bahwa merdeka berarti membangun dalam alam Otonomi Khusus Papua bersama saudara-saudara dari wilayah lain di Indonesia di dalam rangkulan ibu pertiwi Indonesia. Selain itu, lanjutnya kemerdekaan Papua dalam arti lepas dari Indonesia sangat sulit tercapai karena begitu banyak orang Papua yang tahu akan resiko dari perjuangan untuk kemerdekaan Papua dan karenanya tidak mau berkorban untuk itu. "Jika keinginan untuk merdeka tidak dibarengi dengan kesediaan untuk berkorban dan hanya berharap dari satu atau dua orang saja maka mustahil Papua itu dapat merdeka. Ada keinginan tetapi tidak mau berkorban, itulah salah satu ciri orang kita sehingga sebaiknya tidak perlu bermimpi untuk merdeka lepas dari Indonesia," katanya. Filep berpendapat, dirinya secara politik memperjuangkan kemerdekaan Papua karena panggilan pribadinya sendiri dengan menerima resiko dari perjuangan itu yakni harus mendekam di dalam penjara selama 15 tahun. Menurut dia, Indonesia pun memahami persoalan Papua sehingga secara sungguh-sungguh pemerintah menata pembangunan Papua melalui UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Papua. "Kami dengar bahwa pemberian Otsus bagi Papua merupakan salah satu jawaban atas keinginan masyarakat Papua untuk merdeka sekaligus untuk menyejahterakan rakyat Papua secara cepat, tepat dan bertanggungjawab. Jika itu yang dilakukan pemerintah Indonesia maka harapan Papua untuk merdeka semakin sirna ditelan waktu. Zaman berubah dan kita pun turut berubah di dalamnya," katanya. Tentang rencananya untuk menulis buku selama berada di penjara, Filep mengatakan, pihaknya sudah didekati seorang wartawan senior untuk menulis gagasan politiknya dan permintaan untuk itu sudah dikabulkannya. Saya dengan seorang wartawan senior di Jayapura yang telah menulis buku Duri Kemerdekaan Timor Timur sedang menyusun sebuah buku yang berisi gagasan perjuangan politikku selama ini. Saya beri judul Kemerdekaan Papua, mimpi yang tak kunjung datang," katanya. Menyadari akan semuanya ini, lanjutnya, dia meminta semua lapisan masyarakat Papua agar tidak terpancing isu-isu politik yang menyesatkan diri sendiri dan jauh lebih baik mengambil posisi yang tepat yaitu membanting tulang, menyingsingkan lengan baju untuk membangun tanah Papua yang sejahtera dan damai bagi semua suku, agama, ras dan golongan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007