Semarang (ANTARA News) - Ketergantungan Indonesia terhadap baja impor hingga kini masih tinggi, yakni mencapai dua hingga tiga juta ton setiap tahunnya. Ketua Asosiasi Masyarakat Baja Indonesia (AMBI) Kenji Pangestu ketika ditemui di Universitas Diponegoro Semarang, Sabtu mengatakan, produksi baja nasional saat ini mencapai enam juta ton, sedangkan kebutuhannya mencapai 8-9 juta ton sehingga masih harus impor 2-3 juta ton. Kenji mengatakan, industri baja berkomitmen meningkatkan produksi pada tahun-tahun mendatang sekitar 600 ribu hingga 800 ribu ton baja setiap tahunnya sehingga akan mengurangi ketergantungan baja impor. Pada tahun 2008 kebutuhan baja nasional diperkirakan mencapai 10 juta ton, sementara produksi dalam negeri diharapkan bisa mencapai delapan juta ton. Kapan industri baja nasional bisa swasembada, ia mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan, namun industri baja nasional akan melakukan konsolidasi untuk meningkatkan produksi logam ini. Menurut dia, konsumsi baja per kapita di Indonesia sebenarnya masih rendah, bahkan paling rendah di Asia. Konsumsi per kapita baja di Malaysia sudah mencapai 10/kg, bahkan Korea Selatan mencapai 30/kg, sedangkan Indonesia hanya 2-3 kg. Rendahnya konsumsi baja itu menunjukkan bahwa dunia industri domestik belum sepenuhnya berkembang, padahal hampir semua sektor, mulai dari peranti rumah hingga industri persenjataan, menggunakan bahan baja. PT PLN (Persero) sebagai salah satu konsumen baja terbesar, pada tahun 2007 hingga 2010 memesan 88.000 ton baja untuk konstruksi tiang transmisi listrik di Jawa dan luar Jawa, dengan komposisi 22.000 ton di Jawa dan 66.000 ton di luar Jawa. Pada tahun 2008, ribuan tiang transmisi seberat 25.000 ton akan dipasang, kemudian 35.000 ton pada tahun 2009, sedangkan sisanya yang 28.000 ton direalisasikan pada tahun 2007 dan 2010. "Kontrak pembelian itu untuk menyalurkan listrik berkekuatan 10 mega watt," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007