Oleh Santoso Jakarta (ANTARA News) - Pasca-Penangkapan Yusron Mahmudi di Desa Kebarongan Kecamatan Kemrajen, Banyumas Jawa Tengah, Sabtu (9/6), banyak wartawan berdatangan ke Mabes Polri untuk meminta konfirmasi apakah yang tertangkap itu adalah Abu Dujana, tersangka berbagai kasus terorisme atau yang lain. Rasa penasaran para wartawan tersebut terkait dengan adanya pernyataan sejumlah tetangga Abu Dujana yang mengaku bahwa wajah Yusron mirip dengan foto Abu Dujana seperti yang sebelumnya ditunjukkan oleh beberapa wartawan. Hingga Selasa (12/6), Polri melalui Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Sisno Adiwinoto tetap membantah bahwa yang tertangkap itu adalah Abu Dujana. "Yusron bukan Abu Dujana. Keduanya berbeda". Ketika itu, ia menyebutkan, bahwa lokasi Abu Dujana sudah "dikunci"oleh Polri dan tinggal menunggu saat yang tepat untuk menangkapnya. Namun, belum juga polisi memastikan penangkapan Abu Dujana, Dubes Australia Bill Farmer datang ke Mabes Polri (Selasa, 12/6) yang disebut-sebut sebagai kunjungan kehormatan. Kendati tidak menyinggung soal Abu Dujana, namun Farmer sempat menyatakan hubungan antara Polri dengan kepolisian federal Australia (AFP) merupakan hubungan antara kepolisian yang terbaik dunia sehingga perlu dicontoh negara lain. Farmer juga menyampaikan salam "hangat" dari Kepala Polisi Federal Australian (AFP), McKelty kepada Kapolri Jenderal Pol Sutanto yang ketika itu menerima Dubes Australia. Dubes ini juga menyebutkan bahwa hubungan Polri dan AFP telah terjalin dengan baik dalam bidang antara terorisme, perdagangan orang dan pendidikan. Pada hari yang sama, sejumlah media Australia pun melansir pernyataan pemerintah Australia yang menyebutkan bahwa Polri telah menangkap Abu Dujana. Rabu (13/6), Polri baru menyatakan bahwa Yusron adalah Abu Dujana. Untuk mengumumkan penangkapan Abu Dujana ini, Polri "berbasa basi" dulu dengan memberikan keterangan pers soal pengungkapan kasus perdagangan orang Sri Langka ke Australia via Indonesia. Polri menyebutkan, perdagangan orang itu berhasil diungkap atas kerja sama Polri dan kepolisian Australia. Karena cuma terkesan "basa basi", maka dari puluhan media cetak yang hadir tidak satu pun yang memuatnya. Di hari yang sama, justru Menlu Australia Alexander Downer mengatakan, Australia menyambut baik setiap langkah Polri dalam menumpas teror di Indonesia, termasuk upaya menangkap tersangka teroris, Abu Dujana,dan menggulung jaringannya. "Mereka (Indonesia) telah melakukan pekerjaan sangat-sangat bagus dalam beberapa tahun terakhir ini, dan sangat wajar mereka menerima ucapan selamat penuh dari negara seperti Australia yang menjadi korban terorisme," katanya. Tidak pantas Terkait sikap Australia ini, Wakil Presiden (Wapres) M. Jusuf Kalla mengatakan, rasanya tidak pantas jika justru Australia yang mengumumkam soal penangkapan Abu Dujana oleh aparat kepolisian Indonesia. "Masak orang ditangkap di Indonesia, Menlu Alexander Downer yang ngomong. Kan itu agak kurang pantas," kata Kalla. Wapres mengakui bahwa diantara negara-negara memang ada kerjasama saling tukar menukar informasi."Tapi, tidak berarti orang itu harus mengumumkan apa yang terjadi di negara lain". Ia mengatakan, Presiden Yudhoyono orang pertama yang mengetahui soal tersebut. "Saya yakin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pertama kali tahu. Kita ucapkan selamat kepada Kapolri karena telah melakukan penangkapan Abu Dujana, karena itu bukan upaya yang gampang," kata Wapres. Menurut Wapres, tidak banyak negara yang sedang melakukan kontra terorisme bisa berhasil seperti Indonesia. Sementara itu, pengamat sosiologi, Dr. Bustami Rahman, menilai bahwa penangkapan Yusron atau Abu Dujana, akan memuaskan negara adidaya yang mengaku sebagai polisi dunia di bawah komando Amerika Serikat (AS), karena orang-orang yang menurut versi mereka dengan cap teroris dan harus diberangus. "AS dan sekutunya, seperti Australia, menginginkan semua orang yang dalam kacamata mereka teroris ataupun membahayakan agenda mereka, harus ditangkap dan diadili. Kini mereka makin berpuas diri," kata Rektor Universitas Bangka Belitung (Babel) itu. Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Gerakan Reformis Islam (Garis) Kabupaten Cianjur (Jawa Barat), Cep Hernawan. Cianjur adalah tempat kelahiran Abu Dujana. Di sanalah ia tumbuh hingga remaja dengan nama Ainul Bakri sebelum pergi ke Pakistan dengan mengganti nama menjadi Abu Dujana. Menurut Cep Hernawan, penangkapan Abu Dujana alias Yusron Mahfud alias Ainul Bahri yang disangka teroris oleh pihak berwajib dan menjadi salah satu daftar orang paling dicari selama ini hanyalah sebuah dramatisasi untuk kepentingan politik internasional, terutama AS. "Itu hanyalah drama, Ainul Bahri menurut orang-orang saya tidak sehebat yang diberitakan. Ia hanyalah orang biasa yang gandrung terhadap tegaknya keadilan di muka bumi," katanya. Cep menyangkal keras apa yang diberitakan selama ini tentang terorisme di Indonesia. "Itu hanyalah drama yang dimainkan AS untuk mengobok-ngobok umat Islam". Menurut dia, Ainul Bahri atau Abu Dujana belum tentu melakukan serangkaian tindakan terorisme seperti yang diberitakan selama ini, karena pengungkapan yang dilakukan polisi terkait masalah terosisme dan mereka yang diduga terlibat di dalamnya terkesan rancu dan dipaksakan. "Saya yakin tertangkapnya Abu Dujana tidak akan menghentikan terorisme selama AS dan sekutunya berbuat zalim kepada umat Islam," katanya. Bantu Polri Bustami Rahman dan Cep Hernawan bisa saja berkomentar untuk memojokkan Australia yang dengan berani menyebutkan bahwa Abu Dujana tertangkap saat Polri masih bungkam. ANTARA News mencatat bahwa sejak tragedi ledakan bom di Bali pada Oktober 2002 (Bom Bali I), Australia banyak membantu Polri dalam berbagai hal yang bersinggungan dengan pemberantasan terorisme. Penyebutan polisi anti teror dengan "Detasemen Khusus 88 Anti-Teror" atau dikenal dengan sebutan Densus 88 juga ada hubungan dengan Australia. Angka "88" ini adalah jumlah WN Australia yang tewas dalam Bom Bali I, sekalipun kalangan Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri) banyak yang mengatakan angka "88" melambangkan "bersatunya dua borgol terkunci". Tidak itu saja, proses pembentukan Densus 88 juga melibatkan Australia. Australia juga merancang dan membentuk lembaga pendidikan, yakni JCLEC (Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation) atau Pusat Kerja Sama Penegakkan Hukum Jakarta). Desain gedung JCLEC di Semarang adalah desain khas Australia. Sampai-sampai, sejumlah pihak mengemukakan, soal makanan pun ikut standar Negara Kanguru itu. Sisno Adiwinoto pernah menyebutkan bahwa JCLEC juga telah menjadi lembaga pendidikan terbaik di dunia yang merupakan hasil dari kerja dua kepolisian dari dua negara. "Kalau semula yang ditangani masalah terorisme kini JCLEC akan menjadi Akademi Anti Korupsi Interpol," katanya. Pembentukan Pusat Pelatihan Anti Teror Indonesia (Platina) yang lokasinya bersebelahan dengan JCLEC juga tidak lepas dari bantuan Australia. Hal paling anyar adalah bahwa Australia memberikan hibah Laboratorium DNA (Deoxyribo-Nucleic Acid) alias cetak biru tubuh seseorang yang ada di Cipinang, Jakarta Timur. Peresmian gedung senilai Rp18 miliar pada awal tahun 2007 ini juga dihadiri oleh Kepala Polisi Federal Australia, Komisioner McKelty, dan sejumlah pejabat Kedubes Australia. Selain itu, masih banyak yang lain soal keterlibatan Australia di Indonesia, sehingga tidaklah mengherankan jika Australia dengan enteng mengumumkan penangkapan Abu Dujana lebih dulu dari Indonesia. Ada tidaknya Australia di balik penangkapan Abu Dujana agaknya dapat disatukan ke satu titik dari serangkaian fakta yang selama ini bertebaran. (*)

Oleh
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007