Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) tidak mufakat dalam mengambil keputusan untuk menyerahkan 12 nama calon hakim agung kepada DPR. Rapat pleno yang menghasilkan usulan 12 nama calon hakim agung yang telah diserahkan kepada DPR pada akhir Mei 2007 itu hanya ditandatangani oleh enam dari tujuh anggota KY. Ketua KY Busyro Muqoddas saat dihubungi ANTARA News di Jakarta, Minggu, mengakui bahwa keputusan rapat pleno tertanggal 30 Mei 2007 itu hanya ditandatangani oleh enam anggota KY, yaitu Busyro sendiri, Thahir Saimima, Mustafa Abdullah, Soekotjo Soparto, Chatamarrasjid, Zainal Arifin, minus Irawady Joenoes. Padahal, pasal 25 ayat 3 UU No 22 Tahun 2004 tentang KY menyatakan, keputusan rapat pleno KY soal pengusulan calon hakim agung kepada DPR baru sah apabila dihadiri oleh seluruh anggota KY. Ayat 4 pasal yang sama mengatur, keputusan rapat pleno bisa dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurangnya lima anggota KY setelah penundaan tiga kali berturut-turut. Busyro beralasan, keputusan rapat pleno soal pengusulan calon hakim agung tidak ditandatangani oleh Irawady Joenoes karena anggota KY itu sedang memimpin rapat lain. "Saat itu, Irawady sedang memimpin rapat kasus sengketa tanah Meruya Selatan dengan para pakar pertanahan. Irawady sebagai ketua dalam tim kasus itu," tuturnya. Menurut Busyro, Irawady telah diundang untuk menghadiri rapat pleno tentang calon hakim agung, namun berhalangan hadir karena pada saat yang sama harus memimpin rapat kasus Meruya. "Irawady sudah mendapatkan undangan untuk menghadiri rapat pleno. Tapi, dia pamit untuk tidak menghadiri rapat pleno karena ada rapat tim Meruya itu," ujarnya. Busyro menjelaskan, rapat pleno sempat ditunda sebanyak tiga kali pada hari yang sama, Rabu 30 Mei 2007, untuk menunggu kedatangan Irawady. Karena Irawady tidak kunjung hadir, lanjut dia, maka rapat diteruskan untuk mengambil keputusan pengusulan 12 nama calon hakim agung kepada DPR. "UU KY tidak mengatur jeda waktu tiga kali penundaan rapat. Jadi, rapat sudah ditunda tiga kali dalam satu hari yang sama," kata Busyro. Namun, Irawady memberikan penjelasan yang berbeda. Anggota KY itu memprotes rapat pleno KY untuk mengambil keputusan 12 nama calon hakim agung yang tidak mengikutsertakan dirinya. Irawady berkilah, ia tidak mendapatkan undangan rapat pleno untuk mengambil keputusan 12 nama calon hakim agung. Justru, mantan jaksa itu mengatakan, ia baru mengetahui adanya rapat pleno pengambilan keputusan calon hakim agung, saat tengah memimpin rapat tim kasus Meruya. "Bagaimana saya bisa pamit? Saya baru tahu ada rapat pleno ketika sedang rapat tim Meruya. Tiba-tiba saya dikasih tahu bahwa ada rapat pleno soal calon hakim agung. Saya bilang, gimana ini, saya sedang rapat tim Meruya. Masa harus saya tinggal, kan tidak enak dengan pakar pertanahan yang sudah datang," tuturnya. Ketika istirahat makan siang, sekitar pukul 12.00 WIB pada Rabu, 30 Mei 2007, Irawady mengatakan, rapat pleno sudah selesai dan keputusan tentang 12 nama calon hakim agung yang akan diserahkan kepada DPR sudah disahkan. "Jadi, saya sangsi kalau dikatakan rapat pleno itu sempat ditunda tiga kali untuk menunggu saya karena pukul 12 saja sudah selesai," ujarnya. Namun, Busyro mengatakan, pengambilan keputusan baru diambil sekitar pukul 17.00 WIB. Keterangan itu dibenarkan oleh wakil ketua KY Thahir Saimima. Irawady mengaku sudah melayangkan protes di dalam rapat pleno KY berikutnya tentang keputusan nama calon hakim agung yang diloloskan ke DPR tanpa kehadiran dirinya. "Tetapi, protes saya tidak ditanggapi dengan alasan rapat tidak membahas soal itu lagi karena 12 nama calon hakim agung itu sudah diumumkan di media massa," jelasnya. Tidak hanya itu, Irawady juga melayangkan protes karena calon yang diusulkan kepada DPR berubah menjadi 12 nama. Padahal, menurut dia, dalam rapat pleno sebelumnya yang ia hadiri, calon hakim agung yang diusulkan ada sembilan nama. "Yang membuat saya kaget, dari sembilan calon yang sudah dinyatakan lolos itu, ada nama yang dicoret. Kemudian ditambah empat nama lagi menjadi 12, di antaranya bahkan ada yang nilainya di bawah standar nilai kelulusan," tuturnya. Sebaliknya, Busyro mengatakan, Irawady tidak pernah memprotes keputusan rapat pleno yang menghasilkan 12 nama calon hakim agung itu. "Irawady tidak pernah protes soal itu. Lagipula, dia meninggalkan rapat pleno dengan sadar, karena sudah diundang dan sempat pamit," ujarnya. Ia menambahkan, sembilan nama yang dimaksud oleh Irawady sudah ditentukan pada rapat sebelumnya, masih bisa berubah. "Itu belum final. Masih ada calon yang bisa dicoret dan ada calon yang masih bisa masuk," kata Busyro. Tes terakhir berupa wawancara terhadap calon hakim agung selesai pada 15 Mei 2007. Sesuai pasal 18 ayat 5 UU KY, KY memiliki waktu 15 hari untuk menyerahkan nama calon hakim agung kepada DPR setelah seleksi berakhir. Namun, rapat pleno untuk mengambil keputusan calon hakim agung yang lolos baru digelar KY pada 30 Mei 2007. Jika dihitung berdasarkan hari kerja, batas waktu penyerahan nama calon hakim agung kepada DPR pada 5 Juni 2007. Irawady mempersoalkan sikap anggota KY lainnya yang seakan terburu-buru mengambil keputusan pada hari yang sama, Rabu, 30 Mei 2007. Padahal, menurut dia, KY masih memiliki waktu beberapa hari lagi sebelum tenggat waktu berakhir. Pada Kamis, 31 Mei 2007, KY langsung mengumumkan nama 12 calon hakim agung yang lolos kepada media massa. Tidak seperti pengumuman seleksi tahap pertama, KY langsung mengumumkan 12 nama calon hasil seleksi tahap kedua itu kepada media massa tanpa menunggu DPR menerima hasil tersebut. "Seakan, saya ini di`feit a comply`. Rapat dipaksakan selesai dalam satu hari, padahal KY masih memiliki waktu. Saat saya protes, dibilang sudah tidak dibahas lagi karena sudah diumumkan di media massa," ujar Irawady. Busyro mengatakan, KY hanya ingin bekerja cepat dan segera menyerahkan hasil seleksi calon hakim agung kepada DPR sehingga rapat pleno itu diputuskan dalam satu hari tanpa menunggu batas waktu berakhir. Ia menambahkan, KY sudah mengirimkan hasil seleksi calon hakim agung kepada DPR melalui surat pada Kamis pagi, 31 Mei 2007, sebelum pengumuman kepada media massa pada Kamis siang. Pengumuman hasil seleksi calon hakim agung pada saat itu hanya dihadiri oleh Wakil Ketua KY Thahir Saimima dan anggota KY Soekotjo Soeparto. Irawady mengatakan, kini ia menyerahkan kepada DPR untuk menilai apakah rapat pleno KY yang hanya diputuskan oleh enam anggota itu sah atau tidak. "Kini, semuanya berpulang pada DPR," ujarnya. Pada Selasa (26/6), Komisi III DPR menjadwalkan rapat dengan KY untuk membahas hasil seleksi calon hakim agung tahap kedua. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007