Batam (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia harus menahan investor jangka panjang agar mereka tidak menarik dana ke luar negeri dan membuat nilai tukar rupiah atas dolar AS tidak melemah, menyusul kejatuhan bursa di Brazil, Meksiko dan Afrika Selatan. "Mungkin saja mereka (investor jangka panjang-red) menarik dana jika mereka mengkhawatirkan pengaruh kejatuhan bursa di Amerika dan Afrika Selatan berdampak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia harus bisa menahannya," kata analis mata uang Thompson Financial, Mokhtar Hasan, kepada RSI yang dikutip ANTARA di Batam, Selasa. Ia mengatakan keinginan para investor menarik modal dari Indonesia wajar karena dana investasi di Amerika Selatan dan Afrika bersumber dari perdagangan saham dan obligasi berisiko tinggi, sama dengan di Asia Tenggara. "Tetapi saya rasa, Indonesia punya instrumen yang baik untuk memperlambat penurunan rupiah sekiranya itu terjadi. Ini dibuktikan awal Juni dimana 'risk aversion' dari Asia Tenggara hanya menyebabkan penurunan rupiah yang kecil saja," katanya. Ia meramalkan akan terjadi pelarian modal ke luar kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Mokhtar menambahkan hal tersebut patut diwaspadai pemerintah karena data dari Bank Indonesia menyebutkan investor asing saat ini memegang surat utang negara sebesar 6 miliar dolar AS, sementara di SBI sekitar 2,5 miliar dolar AS. "Ditambah pasar obligasi dan saham, jumlah dana yang dipegang investor asing mencapai 10 miliar dolar AS. Pastinya akan terjadi kekhawatiran yang besar apabila investor asing itu menarik dananya dari Indonesia," katanya. Namun menurut Mokhtar, Bank Indonesia punya cadangan devisa yang kuat untuk melayani permintaan dolar AS. Mokhtar juga meramalkan rupiah akan terus melemah pada kisaran Rp9.120 per dolar AS. (*)

Copyright © ANTARA 2007