Oleh Rahma Saiyed Makassar (ANTARA News) - Bila tidak ada aral melintang, maka Kota Makassar di tahun 2008 akan menjadi kota dunia maya (Cyber City) karena seluruh wilayahnya terjangkau sinyal Internet nirkabel atau "Metropolitan Area Network" (MAN). Impian tersebut akan diwujudkan secara bertahap hingga pada akhirnya semua pelayanan pemerintah kota akan dilakukan sepenuhnya secara "online", seperti yang terlaksana di berbagai negara maju, kata Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin. Bahkan, warga Makassar untuk membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) cukup mengakses laman (situs Internet) kantor kependudukan kota. Setelah melakukan verifikasi data, kantor kependudukan kota memungut biaya dari rekening pemohon melalui perbankan "online". Dan, KTP pun keluar. Begitu juga dengan pelayanan perizinan, retribusi, pajak, telepon dan listrik. Warga cukup membayar tagihan-tagihan melalui Internet tanpa harus bertatap muka dengan petugas dan antre panjang di loket pembayaran. Ilham mengemukakan, pelayanan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar melalui dunia maya tersebut tercatat memerlukan biaya sekira Rp4 miliar hanya untuk pengadaan piranti lunak (software) dan piranti keras (hardware) Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Bila hal ini terwujud, Kota Makassar merupakan salah satu daerah di Indonesia yang telah mengoperasikan sistem "online" dalam urusan pembuatan KTP. Sayangnya, Ilham mengaku kecewa dan geram atas sikap polisi yang dinilai telah menghambat program "Makassar Cyber City" lantaran "mengamankan" komputer jining (notebook/laptop) milik warga yang kedapatan membuka laman pornografi di tempat umum, dan atau menggunakan piranti sistem opersi (Operating System/OS) bajakan. "Kita ini baru dalam tahap sosialisasi untuk memperkenalkan tekhnologi kepada masyarakat. Belum apa-apa, aparat sudah melakukan razia dan main tangkap saja," tuturnya. Di area jaringan Internet nirkabel (hot spot) di sekitar Pantai Losari sepanjang 1.200 meter, kini diberikan secara gratis hingga 30 Juni 2007 sekaligus menjadi cara mendidik kepada masyarakat untuk mengenal lebih jauh Teknologi Informasi (TI) itu. Dengan langkah ini, menurut dia, diharapkan semakin banyak pengguna dan masyarakat tidak gagap lagi dengan TI untuk mengakses dunia maya. Dengan demikian, peluang masyarakat Makassar untuk menuju "Cyber City" akan semakin cepat. Menurut Ilham, "Cyber City" merupakan salah satu cara pemeritah kota untuk mencerdaskan masyarakat kota, agar melek teknologi. Namun, diakuinya, hingga saat ini dampak negatif dari penyalahgunaan teknologi ini belum ada yang bisa memproteksinya. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat, khususnya orang tua untuk menjaga keluarga mereka dari hal-hal yang negatif. Dia juga berharap, agar aparat kepolisian dapat mendukung program Pemkot ini dalam upaya mencerdaskan masyarakat. Beberapa hari setelah peluncuran layanan "hot spot" oleh PT Telkom Divisi Regional (Divre) Makassar itu, memang pemilik/pengguna laptop dikagetkan dengan kehadiran sejumlah aparat kepolisian yang melakukan razia di sekitar "hot spot" dengan mengambil laptop mereka yang saat itu sedang mengakses Internet di Pantai Losari. Aksi merazia laptop dan komputer ini kemungkinan akan terus dilakukan. "Tidak ada kompromi dengan penggunaan software bajakan pada perangkat laptop dan komputer karena hal tersebut merupakan tindak pidana," jelas Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Wilayah Kota Besar (Kasat Reskrim Polwiltabes) Makassar, Richard Nainggolan. Ia berjanji, akan mengembalikan laptop yang telah diamankan itu kepada pemiliknya masing-masing, bila pihak kepolisian sudah mengetahui asal software bajakan yang dibeli penggunanya. "Kami hanya menjadikan ini sebagai barang bukti saja bahwa benar ada pembajakan," jelasnya. Ia meminta kepada masyarakat, agar tidak mengguakan software bajakan karena hal tersebut dianggap dapat mematikan kreativitas penciptaan karya. Dia juga memintav agar masyarakat yang hendak membeli laptop harus mengetahui bila piranti lunaknya merupakan bajakan karena itu hanya akan merugikan penggunanya. Bukan hanya itu saja, tetapi aparat kepolisian juga mengamankan sejumlah laptop dari pemiliknya yang tertangkap basah menggunakan situs layanan porno yang dibuka di tempat-tempat publik. Berdasarkan aturan yang berlaku lanjut Richard, mereka yang telah membuka layanan situs porno di tempat-tempat umum dianggap telah mengganggu publik dan dinilai telah melanggar undang-undang. "Kalau situs porno itu mereka buka di tempat yang tidak banyak orang, misalnya di dalam kamar sendiri, tentu kita tidak akan mengamankan laptop atau komputer mereka karena kita tidak lihat mereka membukanya," jelas Richard seraya menjelaskan tataran aturan yang berlaku mengenai situs porno ini. Bahkan, lanjut Richard, sejumlah pemilik laptop akan berurusan dengan polisi (hukum) bila menggunakan softaware bajakan termasuk membobol rekening orang lain melalui dunia maya ini. Meski Indonesia belum memiliki aturan yang jelas mengenai kejahatan melalui dunia maya (cyber crime) itu, tetapi pihaknya saat ini masih menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Pidana tentang pasal pencurian. Sikap aparat tersebut tentu saja membuat pengguna laptop merasa resah. Mau tidak mau, tentu laptop mereka akan diamankan bila ketahuan piranti lunak yang terdapat didalamnya adalah bajakan. "Saya sebenarnya jadi khawatir bila laptop yang saya pakai ini menjadi sasaran pihak kepolisian, karena menduga softawarenya bajakan," kata Novita, salah seorang pengunjung Pantai Losari yang saat itu sedang asyik mengakses Internet memanfaatkan jaringan nirkabel. Kekhawatiran aksi aparat ini juga menjadi perhatian mahasiswa Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Dipanegara Makassar. Ikhsan, mahasiswa STMIK semester lima, mengakui bahwa beberapa laptop milik mahasiswa ada yang menggunakan piranti lunak bajakan dan berharap, agar kondisi itu dapat dipahami mengingat kemampuan finansial masyarakat untuk membeli software bajakan sangat terbatas. Bila tindakan aparat dan kondisi ini terus dibiarkan, menurut dia, masyarakat pemilik laptop akan menjadi resah dan bisa jadi impian untuk menjadikan Makassar sebagai Kota Cyber akan menjadi ancaman bagi pemilik laptop. Kekhawatiran itu pun membuat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar angkat bicara. Ketua Komisi A DPRD Kota Makassar, Syamsu Rizal, mengatakan bahwa tindakan polisi yang melakukan razia menimbulkan kontraproduktif di mana keinginan Pemkot Makassar untuk mendekatkan masyarakat dengan dunia maya (cyber habit) malah menjadi suatu ancaman bagi mereka, sebab razia yang dilakukan polisi akan memberikan dampak psikologis kepada masyarakat. "Mereka tentu saja tidak mau berurusan dengan polisi," ujarnya. Sejak tersedia layanan "hot spot" di Pantai Losari, wajah Kota Makassar pun berubah total. Dahulu, masyarakat yang datang ke Pantai Losari untuk menikmati matahari tenggelam (sunset) dihiasi dengan kehadiran sejumlah pemuda-pemudi yang asyik bercanda dan bersenda gurau dengan masing-masing pasangannya. Kali ini, masyarakat di Pantai Losari terlihat sibuk menggerakkan jari jemarinya ke tuts laptop yang dibawanya. Pemandangan sama terlihat pula pada beberapa kedai kopi yang terletak di pinggir jalan raya yang berhadapan dengan Pantai Losari. Dahulu, beberapa meja di kedai-kedai kopi dihiasi dengan sejumlah cangkir dan rokok di mana pengunjung terlihat asyik mengisap rokoknya itu sembari menikmati "sunset", namun kini di meja diisi kehadiran laptop. Pengunjung pun serasa terhipnotis, asyik memperhatikan layar monitor laptop mereka. Perilaku masyarakat ini diharapkan Divisi Komunikasi Regional VII Makassar, Wahyudi, dapat mengundang masyarakat lainnya dari luar Kota Makassar untuk mendatangi Pantai Losari. Keberadaan layanan akses internet gratis ini lanjutnya, akan memancing minat wisatawan, baik mancanegara maupun domestik untuk berdatangan ke lokasi hot spot layanan internet gratis tersebut. "Kita ingin semua lapisan masyarakat mengetahui apa itu internet," jelasnya. Ia berharap, agar pebisnis dapat memanfaatkan Internet gratis yang dipasang di ruang publik itu sehingga lambat laun, Pantai Losari akan menjadi salah satu daerah tujuan bisnis dan objek wisata tersebut pun diharapkan semakin terkenal dalam skala nasional maupun internasional. Wahyudi mengakui, hingga kini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui penggunaan "hot spot" itu. "Ya, khusus untuk pengguna layanan gratis, cukup membuka 'username' Makassar dan 'password' ultah400," tuturnya. Ia mengemukakan, PT Telkom akan memberikan layanan berupa voucher untuk pemakaian Internet di tempat itu mulai harga Rp10.000 hingga Rp100.000 bila layananan Internet gratis berakhir. Sementara itu, Executive General Manager PT Telkom Divisi Regional VII, Pahala P. Hariandja, menargetkan tahun 2007, pihaknya akan melakukan pemasangan 300 access point (titik akses internet) di beberapa wilayah di Kota Makassar. Bersama provider lain saat ini telah terbangun puluhan "hot spot" di hotel-hotel berbintang, mal, kampus, dan beberapa instansi swasta. Yang paling hangat saat ini, para provider sedang bersaing ketat mendapatkan izin pemerintah untuk mengoperasikan teknologi Wi-Max (Worldwide Interoperability for Microwave Access). Teknologi tersebut jauh lebih canggih dari Wi-Fi (Wireless Fidelity) yang umumnya digunakan sebagai layanan "hot spot" di Indonesia. Dia mengakui, sejumlah negara maju telah menggunakan Wi-Max untuk akses internet nirkabel dan kini, para provider sedang berebut lisensi untuk itu. Pahala berharap, kelak Telkom akan menghadirkannya di Makassar. Menurut dia, jangkauan akses tekhnologi Wi-Max ini bisa mencapai sekitar 50 kilometer dengan kecepatan transfer bisa mencapai sekitar 75 megabyte per detik dimana ribuan orang, dapat mengakses internet dalam satu waktu sekaligus. Sinyal Internet akan dipancarkan melalui sebuah menara semacam terminal untuk layanan telepon seluler (Base Transceiver Station/BTS). Saat teknologi itu hadir, katanya, seluruh Kota Makassar akan menjadi "hot spot". Pengguna laptop, "windows mobile" atau "smart phone" dapat ber-Internet dari mobil yang melaju di jalan raya, rumah, kantor, kafe, bahkan di tengah sawah di pinggiran Kota Makassar. (*)

Oleh
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007