Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, menyatakan bahwa bangsa Indonesia harus waspada melakukan mawas diri, karena dalam waktu hampir bersamaan terkena dua "pukulan" sekaligus yang memalukan menyangkut larangan terbang ke UE dan kembalinya gejala RMS. "Larangan perusahaan penerbangan Indonesia memasuki Eropa, serta keinginnan dikibarkannya bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di muka Presiden dalam acara resmi di Ambon merupakan 'pukulan' yang sangat memalukan untuk bangsa dan negara," kata Hasyim saat dihubungi ANTARA News dari Jakarta, Minggu. Rencana pengibaran bendera kelompok separatis RMS saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri acar puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Ambon, kata pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur, itu, menunjukkan bahwa rentannya kedaulatan dan persatuan bangsa. Sedangkan, ia menilai, larangan terbang maskapai RI ke seluruh negara anggota Uni Eropa (UE) yang dimaklumatkan Komisi Eropa berlaku per 1 Juli 2007 merupakan bentuk pelecehan internasional bagi Indonesia. "Pelecehan ini sulit ditolak mana kala terbukti dengan uji standar teknis memang penerbangan Indonesia di bawah standar," katanya. Padahal, katanya, bangsa ini sudah "merendah-rendah" ke masyarakat internasional melalui penandatanganan resolusi Dewan Keamanan (DK) 1747 tentang tambahan sanksi bagi Iran dalam kasus pengayaan bahan baku nuklirnya, serta penandatanganan Kerjasama Bidang Pelatihan Pertahanan (DCA) dengan Singapura yang sangat merugikan RI. "Ekstradisi ditukar dengan kedaulatan teritorial RI adalah sesuatu yang sangat salah. Oleh karena itu, harus ditolak, dan saya sangat setuju terhadap penolakan dari DPR ," katanya. Apalagi, menurut Hasyim, kalau dilihat secara "de facto", pemerintah tampak kurang berminat menangkap koruptor kakap yang "nongkrong" di Singapura. "Terbukti, beberapa koruptor tempo hari masuk Istana aman-aman saja, bahkan terhormat," kata Doktor Kehormatan (Honoris Causa/HC) di bidang peradaban Islam tersebut. Hasyim juga mengkritik, bangsa Indonesia yang dikatakannya telah lama merdeka, yakni 62 tahun, belum juga mengenali dan mewaspadai watak neokolonialisme. Hal itu, katanya, terbukti lagi dengan lahirnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) yang bisa diartikan penyerahan bulat-bulat ekonomi bangsa dan negeri ini ke pihak asing. "Kita harus segera berhenti jadi 'inlander', terutama pemerintah dan intelektualnya," demikian Hasyim Muzadi, yang juga Presiden Forum Perdamaian Antar-Agama Se-Dunia. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007