Bandarlampung (ANTARA News) - Lima belas kecamatan di Kota Bandarlampung rawan longsor karena lereng yang gundul dan kondisi tanah yang labil serta berbatu, berdasarakan hasil kajian risiko yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.

"Dari hasil kajian yang dilakukan oleh BPBD ada 15 kecamatan di Bandarlampung yang rawan longsor," kata Kabid Kesiapsiagaan BPBD Kota Bandarlampung, Rizki di Bandarlampung, Jumat.

Dia mengatakan, tanah longsor pada umumnya terjadi di daerah yang tidak stabil, faktor pemicu terjadinya peristiwa ini adalah lereng yang gundul serta kondisi tanah dan berbatu.

Air hujan adalah pemicu utama yang menyebabkan peristiwa longsor, ulah manusia pun penyebab utama bencana ini seperti penambangan tanah, pasir dan batu yang tidak teratur.

"Parameter yang dilihat untuk menghitung indeks bahaya tanah longsor adalah lereng di atas 15 persen, arah lereng, tipe batuan , tipe tanah, kedalaman tanah dan curah hujan di wilayah itu," kata dia.

Dari beberapa standar parameter tersebut ke luar sejumlah wilayah yang berpotensi mengalami longsor.

Ia menjelaskan ada 15 kecamatan yang rawan yakni Telukbetung Barat, Telukbetung Timur, Telukbetung Selatan, Bumiwaras, Panjang, Kedamaian, Telukbetung Utara, Tenjungkarang Pusat, Enggal, Tanjungkarang Barat, Kemiling, Langkapura, Kedaton, Rajabasa dan Sukabumi.

"Hasil dari pendataan tersebut telah menghasilkan kelas bahaya, untuk 15 kecamatan masih dalam kategori sedang," kata dia.

Ia mengharapkan, untuk menjaga bencana ini tidak terjadi perlu peran serta masyarakat untuk menjaga lingkungannya dan juga harus tanggap bencana.

BPBD telah melakukan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non fisik-struktural melalui penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana salah satunya membentuk desa tanggap bencana (destana) khususnya di dua kelurahan yang rawan bencana.

"Kami telah membentuk dua kelurahan destana yakni Kelurahan Kota Karang dan Kota Karang Raya," kata dia.

Ia mengatakan, dua kelurahan ini sebagai percontohan wilayah yang telah menjadi destana, untuk yang lainnya menyusul.

"Di setiap kelurahan pun ada relawannya, untuk relawan ada di seluruh wilayah Bandarlampung yang berjumlah 30 orang per relawan," katanya.

Relawan ini bertindak sebagai tim respon cepat (TRC) jika BPBD belum datang, tapi pihaknya juga tetap bekeliling kota melakukan patroli di daerah yang dianggap rawan banjir, terutama pada saat hujan. Tanggul sungai pun tiap harinnya selalu dipantau, antisipasi kejadian yang serupa beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, tim BPBD pun berkeliling di sejumlah kecamatan maupun kelurahan, sistem kerjanya pada saat melihat lokasi yang banyak tergenang air dan diperkirakan akan banjir langsung berkoordinasi dengan tim di pos penjagaan yang berada di lokasi tersebut terutama di kecamatan.

Pewarta: Triono Subagyo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018