Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden, Jusuf Kalla, di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, data pertanian dari Kementerian Pertanian seringkali tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, sehingga berpengaruh pada kebijakan pemerintah terkait pangan.

"Selain meningkatkan produktivitas, tentu juga kita harus memperbaiki data-data kita. Hampir semua data pertanian, kadang-kadang tidak sesuai lapangan. Ada Menteri Pertanian (Amran Sulaiman) di sini yang tidak pernah berkantor tapi selalu di lapangan," kata Kalla, saat membuka KTT Ke-4 Keamanan Pangan Jakarta, di Jakarta Convention Center, Kamis.

Dia mencontohkan kekeliruan data pertanian itu terjadi ketika mengukur jumlah produksi beras di dalam negeri karena kelangkaan beras dan untuk menentukan kebijakan impor beras di Tanah Air.

"BPS masih bingung untuk menentukan berapa produksi tahun ini. Sering saya katakan kepada menteri pertanian, produksi itu sama dengan konsumsi ditambah ekspor dikurangi impor," kata dia.

Konsumsi beras penduduk Indonesia rata-rata per orang 114 kilogram per tahun, kata dia, dan angka itu termasuk paling tinggi di antara negara-negara kawasan Asia.

Sehingga, lanjutnya, pemerintah tidak banyak mengekspor beras karena angka produksi beras di dalam negeri dinilai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan hasil uji coba Kalla, pada maret 2015, pemerintah menemukan angka konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 114 kilogram per kapita per tahun. Artinya, dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta jiwa, maka total konsumsi beras nasional sebanyak 28 juta ton per tahun.

"Oleh karena itu, tugas menteri pertanian jauh lebih besar dari sekarang. Walaupun statistik mengatakan tinggi, tapi tentu konsumsi tidak seperti itu. Itu penting untuk bersama-sama dikerjakan dan data juga perlu kita perbaiki," ujarnya.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018