Jakarta (ANTARA News) - Perubahaan batu bara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) membukukan kenaikan laba bersih tahun buku 2017 sebesar 121 persen menjadi Rp4,47 triliun, setelah pada tahun sebelumnya hanya Rp2 triliun.

"Pencapaian itu didukung oleh kemampuan manajemen perusahaan dalam merumuskan strategi diantaranya dengan peningkatan produksi, optimasi harga jual, serta efisiensi biaya," ujar Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan bahwa kenaikan laba itu seiring dengan kenaikan pendapatan sebesar 38 persen menjadi Rp17,47 triliun pada 2017, dari Rp14,05 triliun pada tahun sebelumnya. Kenaikan itu merupakan hasil upaya perseroan melakukan penetrasi pasar untuk menjual batu bara low to medium calorie di tengah membaiknya harga batu bara.

Secara volume, ia mengemukakan bahwa penjualan batubara pada 2017 mencapai 23,63 juta ton, meningkat 2,87 juta ton, meningkat 14 persen dibandingkan tahun sebelumnya 20,75 juta ton. Komposisi penjualan didominasi pasar domestik yakni sebesar 61 persen dan sisanya ekspor.

"Penjualan domestik meningkat mencapai sebesar 2,13 juta ton, naik 17 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sementara ekspor meningkat 9 persen," paparnya.

Sementara itu, lanjut dia, harga jual rata-rata pada 2017 naik 24 persen, dari Rp658,017 pada 2016 menjadi Rp814,216 pada 2017. Kenaikan itu seiring dengan dengan penguatan harga batubara Newcastle maupun harga batubara thermal Indonesia yang meningkat masing-masing sebesar 34 persen dan 32 persen dibandingkan harga rata-rata 2016.

Pada 2018, Arviyan Arifin mengatakan bahwa perseroan merencanakan produksi batubara sebesar 25,54 juta ton, naik dari rencana tahun sebelumnya sebesar 21,92 juta ton. Sementara penjualan ditargetkan mencapai 25,88 juta ton, dengan komposisi sekitar 53 persen atau 13,74 juta ton untuk memenuhi kebutuhan domestik dan sisanya 12,15 juta ton untk ekspor.

"Secara total, targetpenjualan 2018 meningkat 18 persen dibandingkan target 2017 lalu yang sebesar 21,97 juta ton," paparnya.

Terkait kebijakan pemerintah mengatur harga batubara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO), Arviyan Arifin mengatakan, tidak terlalu berpengaruh signifikan bagi kinerja perseroan.

"DMO itu 25 persen dari produksi, sementara 75 persen lainnya dijual dengan harga lebih tinggi," ujarnya.

Ia mengatakan, apabila harga batubara saat ini bertahan hingga akhir tahun maka harga rata-rata penjualan (average selling price/ ASP) batubara perseroan pada 2018 masih akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.

Ia menambahkan bahwa untuk mengantisipasi pengaturan harga DMO, perseroan akan menjual batubara dengan kalori menengah-tinggi. Pasalnya, harga batubara berkalori tinggi tentunya lebih tinggi dibandingkan dengan batubara kalori rendah-menengah.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018