Tokyo (ANTARA News) - Sebanyak delapan anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA) akan tiba di Pyongyang, ibukota Korea Utara (Korut), pada 14-17 Juli 2007guna melakukan verifikasi terhadap kesediaan negara komunis itu untuk menutup fasilitas nuklir yang dimilikinya. Para inspektor tersebut kembali mengunjungi Yongbyon, setelah akhir Juni melakukan pemeriksaan terhadap reaktor utama nuklir Korut itu berlokasi, demikian kantor berita Korea Selatan Yonhap, seperti dikutip Kyodo News, Minggu. Dari delapan anggota IAEA, enam diantaranya bertugas menutup dan menyegel reaktor Yangbyon. Sedangkan dua anggota lainnya bertugas mengawasi sekaligus memastikan tidak terjadi kekeliruan yang fatal selama operasi penutupan dilakukan. Jepang sendiri saat ini memantau dengan ketat setiap kegiatan yang berlangsung di Korut, mengingat proses perundingan denuklirisasi Yongbyon dinilainya berjalan lambat. Sementara itu, dewan gubernur IAEA baru akan menggelar rapat darurat pada hari Senin (9/7) untuk mendiskusikan hasil-hasil yang diperolehnya selama di Korut dan juga perkembangan yang terjadi. Korea Utara bersedia menutup fasilitas nuklirnya melalui perundingan enam negara yang mendesak negara komunis itu segera menutup fasilitas nuklirnya. Kata sepakat dicapai pada Februari 2007, berikut sejumlah kompensasi yang akan diberikan kepada Korut. Perundingan itu dikenal dengan sebutan "six party talks" yang diikuti AS, Jepang, Rusia, Cina, Korsel dan Korut. Kompensasi yang diberikan kepada Korut melalui kesepakatan pada Februari antara lain pencairan dana sebesar 25 juta dolar milik Korut yang tersimpan di bank komersial Macao, normalisasi hubungan dengan Jepang dan negara tetangganya. Namun demikian, Korut kembali berulah dengan menyatakan baru bersedia menutup fasilitas nuklirnya setelah menerima bantuan minyak yang sangat dibutuhkan. Dijelaskan, penutupan akan dilakukan setelah pengapalan pertama dari bantuan minyak itu tiba di Pyongyang. Tuntutan itu juga dipenuhi Korsel sebagai "penghargaan" atas kesediaan negara tetangganya itu. Korsel bersedia mengirimkan bantuan minyaknya ke negara tetangganya tersebut. Pengapalan pertama akan dilakukan pertengahan Juli dengan mengirimkan bantuan sebanyak 50 ribu ton minyak dari total 950 ribu ton minyak yang disepakati. Sikap tersebut sebetulnya sudah diduga Jepang bahwa Korut pasti akan meminta lebih dari hal yang sudah disepakati sebelumnya. Korut dinilai Jepang sebagai negara yang tidak bisa diduga. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007