Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota DPR akan mengajukan masalah ketidakhadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rapat Paripurna interpelasi kedua soal dukungan pemerintah terhadap Revolusi 1747 Dewan Keamanan PBB kepada Mahkamah Konstitusi (MK). "Sesuai tata tertib DPR, Presiden wajib untuk menjawab langsung interpelasi DPR. Karena itu, jika rapat ini tidak dihadiri oleh Presiden, maka rapat ini merupakan pelanggaran," kata anggota Fraksi PAN, Abdilah Toha, dalam rapat paripurna interpelasi soal Iran, di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan ketidakhadiran Presiden untuk menjawab langsung kebijakan luar negerinya terhadap Resolusi 1747 DK PBB soal nuklir Iran, menjadi batu sandungan bagi hubungan antar DPR dengan pemerintah. Karena itu, tambah dia, atas ketidakhadiran Presiden, maka pihaknya akan mengajukan hal tersebut kepada MK. Hal senada diungkapkan oleh Ketua Fraksi PDIP, Tjahjo Kumolo, yang menyatakan sangat menyesalkan ketidakhadiran Presiden dalam Rapat Paripurna interpelasi tentang nuklir Iran. "Jika Presiden dapat hadir dalam rapat konsultasi dengan DPR untuk menjelaskan kebijakan luar negerinya, mengapa dalam rapat paripurna ini, Presiden tidak bersedia hadir," katanya. Ia menyatakan kehadiran Presiden sangat penting untuk menjawab langsung interpelasi yang didukung hampir setengah dari anggota DPR, termasuk pimpinan DPR dan pimpinan MPR. Tjahjo menambahkan interpelasi mengenai nuklir Iran adalah masalah yang penting untuk dijawab langsung oleh Presiden, karena hal tersebut menyangkut kedaulatan sebuah negara. "Karena itu, kami sangat mendukung usulan agar ketidakhadiran Presiden dalam rapat paripurna kali ini untuk diajukan ke MK," ujar Tjahjo. Ungkapan senada juga dilontarkan anggota Fraksi PKB, Effendi Choirie, yang mengemukakan ketidakhadiran Presiden Yudhoyono dalam rapat paripurna interpelasi kedua soal Iran merupakan bentuk sikap tidak hormat Presiden terhadap DPR. "Bagaimanapun interpelasi ini, bukan lagi merupakan interpelasi yang diajukan oleh fraksi, tetapi mayoritas fraksi di DPR. Jadi interpelasi ini, sudah mengatasnamakan DPR sebagai institusi," katanya. Karena itu, tambah dia, pihaknya juga mendukung usulan agar masalah tersebut diajukan ke MK. Effendi menambahkan pihaknya bisa memaafkan ketidakhadiran Presiden dalam rapat paripurna interpelasi kedua, namun bukan berarti Presiden dapat tidak hadir dalam interpelasi-interpelasi lainnya, seperti interpelasi soal lapindao dan kesepakatan kerjasama pertahanan (DCA) RI-Singapura. "Untuk kali ini, kami memaafkan ketidakhadiran Presiden, meski kami tetap mendukung usulan agar masalah ini diajukan ke MK hingga pada interpelasi-interpelasi berikutnya Presiden harus hadir untuk menjawab langsung," kata Choiri. Rapat interpelasi kedua tentang dukungan pemerintah pada perluasan sanksi pengembangan nuklir Iran dimulai sekitar pukul 10.30 WIB dan dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Zaenal Ma`arif dan dihadiri tujuh menteri yang diutus Presiden Yudhoyono untuk memberi untuk penjelasan kepada parlemen. Rapat Paripurna itu membahas dua agenda, yakni penetapan calon hakim agung yang telah selesai diseleksi Komisi III DPR dan kelanjutan pembahasan hak interpelasi mengenai Nuklir Iran. Diawal pembahasan rapat paripurna tersebut telah muncul perdebatan di antara fraksi-fraksi. Sementara ketujuh menteri yang hadir adalah Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Negara Ristek dan Teknologi Kusmayanto Kadiman. (*_

Copyright © ANTARA 2007