Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi, di Jakarta, Selasa, menyatakan pihak lgislatif tidak bisa terus menerus memaksa presiden agar hadir dalam paripurna interpelasi soal nuklir Iran. "Rakyat sudah bosan. Ingin segera isu nuklir Iran ini selesai," tegasnya. Tujuh orang menteri ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberi jawaban atas interpelasi DPR terkait sikap pemerintah mendukung Resolusi 1747 Dewan Keamanan PBB untuk memberi sanksi lebih berat kepada Iran terkait pengembangan energi nuklir. "Iya tokh, kita tidak bisa terus menerus memaksa hadirnya presiden. Ada realitas di lapangan, rakyat sudah bosan," katanya lagi. Dari pengamatannya, Yuddy Chrisnandi menilai mayoritas publik dan juga kalangan legislatif, ingin segera isu nuklir Iran selesai. "Tetapi soal membawa masalah Tata Tertib (Tatib) DPR RI Pasal 174 ke Mahkamah Konstitusi (MK), itu hak Dewan," tegasnya. Sebagaimana Yuddy, sejumlah anggota DPR akan mengajukan masalah ketidakhadiran Presiden Yudhoyono dalam Rapat Paripurna interpelasi kedua soal dukungan pemerintah terhadap Revolusi 1747 Dewan Keamanan PBB kepada Mahkamah Konstitusi (MK). "Sesuai Tatib, presiden wajib untuk menjawab langsung interpelasi. Karena itu, jika rapat ini tidak dihadiri oleh presiden, maka rapat ini merupakan pelanggaran," kata Ketua Badan Kerjassama Antar Parlemen (BKSAP) dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Abdillah Toha. Ketidakhadiran presiden untuk menjawab langsung kebijakan luar negerinya terhadap Resolusi 1747 DK PBB soal nuklir Iran, menurutnya, menjadi batu sandungan bagi hubungan antar DPR dengan eksekutif. Karena itu, tambah dia, atas ketidakhadiran presiden pihaknya akan mengajukan hal tersebut kepada MK. Ditemui terpisah, Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo menyatakan sangat menyesalkan ketidakhadiran presiden dalam rapat paripurna interpelasi tentang nuklir Iran tersebut. "Jika presiden dapat hadir dalam rapat konsultasi dengan DPR RI untuk menjelaskan kebijakan luar negerinya, mengapa dalam rapat paripurna ini presiden tidak hadir," katanya. Ia menyatakan kehadiran presiden sangat penting untuk menjawab langsung interpelasi yang didukung hampir setengah dari anggota DPR RI, termasuk pimpinan DPR RI dan pimpinan MPR RI. Tjahjo Kumolo menambahkan interpelasi mengenai nuklir Iran merupakan masalah yang penting untuk dijawab langsung oleh presiden, karena hal tersebut menyangkut kedaulatan sebuah negara. "Karena itu, kami sangat mendukung usulan agar ketidakhadiran presiden dalam rapat paripurna kali ini untuk diajukan ke MK," ujar Tjahjo Kumolo. Ungkapan senada juga dilontarkan Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Effendi Choirie yang mengatakan, ketidakhadiran Presiden Yudhoyono dalam rapat paripurna interpelasi kedua soal Iran merupakan bentuk sikap tidak hormat terhadap DPR RI. "Bagaimanapun interpelasi ini bukan lagi merupakan interpelasi yang diajukan oleh fraksi tetapi mayoritas fraksi di DPR RI. Jadi interpelasi ini sudah mengatasnamakan DPR sebagai institusi," sergahnya. Karena itu, tambah dia, pihaknya juga mendukung usulan agar masalah tersebut diajukan ke MK. Dapat Dimaafkan Effendi Choirie menambahkan, pihaknya bisa memaafkan ketidakhadiran presiden dalam rapat paripunra interpelasi kedua. Namun bukan berarti presiden dapat tidak hadir dalam interpelasi-interpelasi lainnya, seperti interpelasi soal Lapindo dan kesepakatan kerjasama pertahanan (DCA) RI-Singapura. "Untuk kali ini, kami memaafkan ketidakhadiran presiden, meski kami tetap mendukung usulan agar masalah ini diajukan ke MK hingga pada interpelasi-interpelasi berikutnya presiden harus hadir untuk menjawab langsung," kata Effendi Choirie. (*)

Copyright © ANTARA 2007