Jakarta (ANTARA News) - Perbaikan pola makan, pola asuh, dan juga sanitasi serta akses air bersih merupakan upaya yang harus diperhatikan dalam pencegahan kasus kekerdilan pada anak atau stunting.

"Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih," Menteri Kesehatan Nila Farid Moelok dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menkes berkali-kali menekankan bahwa kesehatan berada di hilir. Sementara seringkali masalah-masalah nonkesehatan seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan, menjadi akar dari kasus kekerdilan.

Karena itu Menkes menegaskan sektor kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat.

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.

Pemerintah mengampanyekan Istilah "Isi Piringku" dengan gizi seimbang untuk dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Isi Piringku menjelaskan dalam satu porsi makan terdiri dari setengah piring sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein nabati maupun hewani dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.

Menkes menekankan kasus stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita.

Dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu agar memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.

Ibu hamil harus bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupaya agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Bayi harua diberikan hanya ASI sampai berusia enam bulan.

Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia dua tahun dengan diberikan makanan pendamping ASI.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah memenuhi hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.

Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi.

Untuk itu, Kementerian Kesehatan mengampanyekan untuk membiasakan cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

"Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua, seorang ibu. Maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya," jelas Nila.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018