Beijing (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bersama sejumlah akademisi China mendiskusikan dampak sosial dan budaya dari inisiatif Jalur Sutera dan Jalur Maritim Abad ke-21 atau "Belt and Road".

"Dalam diskusi ini sebenarnya kami ingin lebih tahu banyak dari mereka apa dampak sosial dan budaya `Belt and Road` ini," kata Paulus Rudolf Yuniarto PhD, selaku ketua tim delegasi LIPI kepada Antara di Beijing, Rabu.

Dalam diskusi yang digelar di kawasan Minzu University of China, Beijing, pada 10-13 April 2018 itu, dia didampingi tiga peneliti Rita Pawestri Setyaningsih MA, Erlita Tantri MA, dan Wabilia Husnah SHum.

Sementara dari akademisi China pada diskusi hari pertama, Selasa (10/4), adalah Deputi Direktur Chinese Culture Departement Yu Mingsong, Direktur Pengajaran Departement of Central Institute of Socialism Wang Zhigong, dan profesor bidang Marxisme-Leninisme sekaligus peneliti di Central Institute of Socialism Wei Xiaodong.

Menanggapi pertanyaan LIPI, tim akademisi China menjawab ada tiga hal dampak sosial dan budaya dari program yang digagas Presiden Xi Jinping itu.

Ketiga hal tersebut adalah pangan, pengobatan, dan bahasa sebagaimana pengaruh China yang berlangsung sejak dulu kala ketika melakukan ekspedisi ke berbagai negara.

Dalam kesempatan tersebut Rudolf mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan "Belt and Road" yang perlu diperhatikan adalah cita-cita China menciptakan kesetaraan kesejahteraan masyarakat di kawasan.

"Belt and Road ini sebenarnya salah satu alat China Dream yang merupakan cita-cita China untuk menciptakan kesetaraan kawasan, terutama di bidang ekonomi," ujarnya.
 

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018